Rabu 19 Oct 2022 06:20 WIB

Bawaslu: Satgasus Siber Dibutuhkan untuk Cegah Polarisasi

Konten hoaks dan disinformasi itu bakal semakin banyak menjelang hari pencoblosan.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Hoaks (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Hoaks (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut satuan tugas siber (Satgasus) siber memang dibutuhkan untuk menangkal dan menindak konten SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial. Dengan begitu, polarisasi atau pembelahan masyarakat bisa dihindari.

"Perlu hubungan lintas kementerian dan lembaga negara yang mempunyai wewenang dalam menangani konten internet yang dapat memecah persatuan serta melanggara ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja usai mengikuti Rapat Persiapan Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang diselenggarakan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Baca Juga

Bagja menyebut, dalam rapat tersebut, semua pihak sepakat membentuk satgasus siber untuk mencegah naiknya konten-konten pemecah belah bangsa itu. Dia menyebut, satgasus ini akan terbentuk dalam waktu dekat.

Menkominfo Johnny Gerard Plate mengatakan, dalam rapat itu memang disepakati soal pembentukan satgasus siber. Satgasus ini terdiri atas sejumlah kementerian dan lembaga yang ikut dalam rapat, yang di antaranya adalah Polri, TNI, KPU, Bawaslu, BIN, BSSN, Kementerian Agama, dan Kemendagri.

Plate menjelaskan satgasus siber tersebut bertugas menindak konten-konten yang melanggar aturan seperti hoaks, disinformasi, dan SARA di ruang digital. Satgasus ini bekerja sebelum dan saat masa kampanye dimulai pada akhir 2023.

Terkait mekanisme kerjanya, Plate menjelaskan setiap kementerian/lembaga yang tergabung dalam satgasus ini melakukan pengawasan siber di media sosial lewat tim siber masing-masing. Hasil pengawasannya lalu dikoordinasikan dengan anggota satgasus lain untuk ditindak segera.

"Ini semua disiapkan agar rakyat dapat berpartisipasi sehingga hasil pemilu nanti prosesnya legitimate, hasilnya legitimate, itu tujuannya," kata Plate.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong mengatakan, satgasus siber ini akan membersihkan ruang digital karena kampanye Pemilu 2024 diperkirakan bakal dominan di medsos seperti halnya Pemilu 2019.

Dia menyebut bahwa konten hoaks dan disinformasi itu bakal semakin banyak menjelang hari pencoblosan. Pada April 2019, misalnya, Kominfo mengidentifikasi 277 konten disinformasi tentang politik. Jumlahnya meningkat dibandingkan April 2018 yang cuma 14 konten.

Peredaran konten hoaks dan disinformasi yang memuncak jelang hari pencoblosan itu dikhawatirkan terjadi lagi saat Pemilu 2024. Jika dibiarkan, hal itu bisa memicu polarisasi masyarakat di dunia nyata.

"Nah, kita khawatir nanti perpecahan atau pembelahan di dunia maya beralih ke dunia nyata. Ini yang perlu kita tegaskan, perlu kita pastikan bahwa konten yang baik sehingga tidak terjadi pembelahan di masyarakat," kata Usman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement