Ketahanan Pangan Masih Jadi Ironi di Indonesia
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ketahanan Pangan Masih Jadi Ironi di Indonesia (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Ketua Slow Food Yogyakarta, Amalia mengatakan, pangan sering kali kita anggap sebagai sesuatu yang sepele. Padahal, ternyata pangan yang justru membuat kalang kabut seluruh dunia. Ada beberapa yang jadi penyebab krisis pangan dunia.
Ia menerangkan, pertama dari kondisi setelah berlangsungnya pandemi Covid-19. Terjadinya masalah geopolitik antara Rusia-Ukraina dan perubahan iklim yang turut mempengaruhi keberlangsungan ketahanan pangan yang ada di seluruh dunia.
Selain itu, ketahanan pangan di Indonesia masih pula menjadi ironi di tengah maraknya impor gandum dan kacang-kacangan yang sangat besar. Ia berpendapat, ketahanan pangan di Indonesia sendiri masih dalam kondisi yang sangat ironi.
Apalagi, Amalia mengingatkan, Indonesia menjadi negara dengan panen raya yang berlimpah akibat keberagaman tanaman dan makanan yang ada. Namun, hari ini sungguh ironi dengan impor besar yang dilakukan ke gandum dan kacang-kacangan.
"Untuk itu, kita harus meminimalisir itu agar hasil pertanian dalam negeri kita bisa terus bersaing dengan produk-produk impor," kata Amalia dalam Hari Pangan Sedunia dan Student Fair yang digelar LPKA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta," Rabu (19/10).
Acara bincang-bincang itu sendiri mengangkat tema Explore, Experience, Expand. Terkait persoalan ketahanan pangan tersebut, Amalia mengajak generasi muda agar sadar akan pentingnya memilih makanan dan berpartisipasi mempertahankan pangan.
Makanan jadi sumber energi utama dalam tubuh dan salah satu obat mujarab. Maka itu, sebagai generasi muda harapan bangsa harus pintar-pintar memilih makanan yang dikonsumsi, termasuk dari mana berasal sampai proses pengolahan makanannya.
"Sebagai generasi muda kalian bisa berpartisipasi dalam event-event kegiatan pangan sebagai bentuk dukungan kalian dalam mencintai produk dalam negeri," ujar Amalia.
Salah satu petani pisang, Lasiyo Syaifuddin menyampaikan, generasi muda penting menerapkan ketahanan pangan dengan mencoba bertani. Sebab, ia menilai, bertani merupakan salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mempertahankan pangan.
"Generasi muda dari sekarang bisa mencoba memulai bertani kapan saja, bertani tidak selalu susah, buktinya saya bisa mengembangkan ladang pisang karena dengan modal pisang saya bisa mengolah limbah menjadi rupiah," kata Lasiyo.
Dalam sambutannya, Rektor UMY, Prof Gunawan Budiyanto menekankan, partisipasi generasi muda sangat penting dalam rangka menjaga ketahanan pangan. Karenanya, pada Hari Pangan Sedunia ini, ia berharap mahasiswa dapat memberi sumbangsih.
"Terkhusus mahasiswa UMY yang bergelut di Fakultas Pertanian, dapat menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh dengan turut berpartisipasi menjaga ketahanan pangan," ujar Gunawan.