REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap tiga orang kontraktor dalam kasus suap pemberian paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Langkat dan Dinas Pendidikan Langkat. Ketiga kontraktor itu ialah Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syafitra.
Ketiganya diputuskan bersalah melakukan tindak korupsi. Sidang yang rencananya dimulai pada pukul 09.00 WIB ini harus molor hingga baru digelar pada pukul 18.20 WIB.
"Menyatakan terdakwa I Marcos Surya Abdi, terdakwa II Shuhanda Citra dan terdakwa III Isfi Syafitra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Ketua, Djuyamto dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (19/10/2022), malam.
Majelis hakim memutuskan Marcos diganjar hukuman pidana penjara selama 7,5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan. Lalu Shuhanda dan Isfi dihukum lebih ringan dari Marcos.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa II Shuhanda Citra dan terdakwa III Isfi Syafitra selama 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar Djuyamto.
Ketiga pihak swasta tersebut dinilai memenuhi dua unsur memberatkan. Yaitu perbuatan ketiga terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan berbelit-belit dalam persidangan. "Hal meringankan ketiga terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum," kata Djuyamto.
Vonis terhadap Marcos sama dengan tuntutan JPU KPK. Namun vonis terhadap Shuhanda dan Isfi berbeda dari Jaksa KPK yang menuntut penjara 6 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan.
Atas putusan ini, kubu Shuhanda dan Isfi menyatakan menerima. Sedangkan Marcos dan Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
Kasus ini bermula dari Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin yang menerima suap Rp 572 juta dari Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin. Penerimaan uang tersebut dilakukan bersama kakak Terbit, Iskandar Perangin Angin. Muara sudah divonis lebih dulu dalam kasus ini.
Penerimaan uang itu turut dibantu Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. Uang suap dimaksud supaya Terbit memberikan paket pengerjaan ke beberapa perusahaan Muara. Para pelaku dalam kasus ini dikenal sebagai "Grup Kuala".
Terbit terbukti mengatur proses pengadaan di unit kerja pengadaan barang dan jasa sekretariat daerah Kabupaten Langkat usai mendapatkan uang dari Muara. Permainan kotor itu dilakukan agar perusahaan Muara mendapatkan paket pekerjaan di Dinas PUPR Langkah dan Dinas Pendidikan Langkat pada 2021.