Kamis 20 Oct 2022 05:15 WIB

India Larang Jurnalis Kashmir Terbang ke AS untuk Terima Pulitzer

Jurnalis Khasmir memenangkan Pulitzer untuk liputan mereka tentang pandemi Covid-19

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pulitzer
Pulitzer

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India melarang jurnalis Kashmir, Sanna Irshad Matteo (28 tahun) terbang ke Amerika Serikat (AS) untuk mengambil penghargaan Pulitzer Prize. Ini adalah kedua kalinya jurnalis foto asal Kashmir tersebut dilarang terbang ke luar negeri dalam waktu kurang dari enam bulan.

“Ini adalah momen sekali seumur hidup bagi saya untuk menerima Pulitzer. Tapi saya dilarang tanpa alasan apapun. Saya sangat sedih dan kecewa," ujar Sanna, dilansir Aljazirah, Rabu (19/10/2022).

Sanna adalah salah satu dari empat jurnalis yang bekerja untuk kantor berita Reuters yang memenangkan Pulitzer untuk liputan mereka tentang pandemi Covid-19. “Saya bahkan tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaan saya. Saya dihentikan dan paspor saya dicap 'dibatalkan tanpa prasangka'.  Saya telah mencoba menghubungi banyak pejabat tetapi tidak ada yang menanggapi saya. Ini adalah kemunduran besar bagi karir saya," ujarnya.

Otoritas imigrasi di Bandara Internasional Indira Gandi, New Delhi pada Selasa (18/10/2022) malam melarang Sanna naik pesawat. Sebelumnya pada Juli, dia juga dilarang terbang ketika sudah tiba di bandara. Saat itu, Sanaa hendak melakukan perjalanan ke Paris untuk peluncuran buku dan pameran fotografi.

Sanna termasuk di antara beberapa jurnalis dan aktivis Kashmir yang dilarang terbang ke luar negri, karena liputan mereka tentang konflik selama beberapa dekade di wilayah Himalaya itu. Pemerintah nasionalis Hindu India telah mengintensifkan tindakan keras terhadap jurnalis dan aktivis. Langkah itu diambil setelag India menghapus status khusus kawasan Kashmir pada 2019.

Badan legislatif kawasan Kashmit tetap ditangguhkan dan diperintah langsung dari New Delhi. India membatasi hak-hak demokrasi penduduk setempat.

Puluhan ribu orang Kashmir telah terbunuh sejak dimulainya pemberontakan melawan pemerintahan India pada 1989. Lebih dari setengah juta tentara ditempatkan secara permanen di wilayah tersebut. Hal ini menjadikan Kashmir sebagai salah satu zona paling termiliterisasi di dunia. India mengatakan pasukan dikerahkan untuk memadamkan perlawanan bersenjata.

Kashmir adalah wilayah yang disengketakan antara India dan Pakistani. Mereka mengklaim wilayah tersebut secara keseluruhan.

Wartawan asing menghadapi pembatasan untuk meliput Kashmir. Sementara wartawan lokal yang berbasis di wilayah itu mendapat tekanan untuk mengurangi pekerjaan mereka. Anggota Jaringan Perempuan di Media India (NWMI), Laxmi Murthy,  mengatakan, pembatasan perjalanan Sanna Mattoo ke luar negeri adalah pelanggaran yang tidak dapat diterima atas hak untuk bergerak bebas.

“Ini adalah kehilangan yang tak tergantikan dari tonggak penting dalam perjalanan profesionalnya, mendapatkan Pulitzer Prize, salah satu penghargaan paling bergengsi dalam jurnalisme. Pemerintah kembali menunjukkan ketakutannya terhadap jurnalisme independen,” kata Murthy.

Committee to Protect Journalists (CPJ), sebuah lembaga pengawas yang berbasis di AS, mengatakan, pembatasan para Sanna Mattoo sebagai tindakan sewenang-wenang dan berlebihan. “Tidak ada alasan mengapa jurnalis Kashmir Sanna Irshad Mattoo, yang memiliki semua dokumen perjalanan yang tepat dan telah memenangkan Pulitzer harus dicegah bepergian ke luar negeri,” ujar Koordinator program CPJ Asia, Beh Lih Yi, dalam sebuah pernyataan pada Rabu (19/10/2022).

Seorang jurnalis Kashmir berusia 30 tahun yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, larangan ini sebagai hukuman kolektif terhadap jurnalis Kashmir atas pekerjaan profesional mereka. Selain Sanna, jurnalis independen Aakash Hassan, yang merupakan kontributor tetap surat kabar Guardian, tidak diizinkan naik pesawat dari New Delhi ke Sri Lanka untuk bekerja pada Juli.

“Bagian yang mengecewakan dari tren ini adalah bahwa tidak seorang jurnalis pun yang telah dihentikan dari bepergian ke luar negeri merasa layak untuk menantang larangan sewenang-wenang ini di hadapan pengadilan. Ini berbicara banyak tentang jumlah kepercayaan yang dimiliki para korban terhadap institusi peradilan,” kata jurnalis Kashmir itu, merujuk pada pembatasan serupa yang diberlakukan pada beberapa jurnalis Kashmir dalam beberapa tahun terakhir.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement