UGM Akui Delapan SKS untuk Kegiatan KKN-PPM
Red: Muhammad Fakhruddin
UGM Akui Delapan SKS untuk Kegiatan KKN-PPM (ilustrasi). | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan rekognisi atau pengakuan bobot delapan satuan kredit semester (SKS) untuk mahasiswa yang mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM).
"Di beberapa perguruan tinggi mata kuliah KKN menjadi opsi, namun di UGM itu adalah mata kuliah wajib yang juga menjadi salah satu penciri UGM sehingga tidak dapat digantikan dengan mata kuliah lain. Bahkan saat ini KKN menjadi delapan SKS," ujar Sekretaris Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM Ambar Kusumandari dalam acara Pojok Bulaksumur di halaman Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, Rabu (19/10/2022).
Ia mengatakan UGM menjadi salah satu pelopor kegiatan KKN dengan cakupan lokasi hingga mencapai seluruh provinsi di Indonesia.
Kebijakan penambahan jumlah SKS untuk kegiatan KKN-PPM dari tiga menjadi delapan SKS menunjukkan komitmen UGM dalam menyelenggarakan KKN-PPM sebagai salah satu kegiatan pembelajaran yang tidak tergantikan.
Kepala Subdirektorat Kuliah Kerja Nyata UGM Nanung Agus Fitriyanto memaparkan bahwa dengan mengikuti kegiatan KKN-PPM mahasiswa bisa memperoleh nilai dari komponen mata kuliah KKN-PPM sebesar empat SKS, mata kuliah Komunikasi Masyarakat dua SKS, serta dua SKS lainnya dari mata kuliah Penerapan Teknologi Tepat Guna ataupun mata kuliah Manajemen Ilmu Pengetahuan.
"Ini sudah berlaku mulai KKN-PPM periode II. Saat ini KKN yang tengah berlangsung adalah KKN Periode III," kata dia.
Ia mengatakan KKN-PPM merupakan salah satu kegiatan pengabdian kepada masyarakat bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian serta menghasilkan mahasiswa yang mampu menganalisis permasalahan dan potensi dalam masyarakat, mempunyai empati dan kepedulian terhadap segala bentuk permasalahan dalam masyarakat, dan mampu menerapkan IPTEKS melalui kerja sama lintas disiplin.
Penyelenggaraan KKN di UGM, menurut dia, bersifat dinamis untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan dan tuntutan zaman.
Hal tersebut, menurut dia, terlihat dari tema program KKN yang bisa dikembangkan sendiri oleh para mahasiswa bersama dosen pembimbing lapangan sesuai dengan kondisi di masing-masing daerah penempatan.
Perubahan jumlah SKS, kata dia, juga menjadi salah satu bukti dinamispenyelenggaraan program KKN-PPM karena kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mendorong mahasiswa untuk belajar di luar kampus dan mendapat rekognisi hingga 20 SKS.
"Hal ini menjadi gayung bersambut dengan cita-cita MBKM yang sudah menjadi sebuah kebijakan top-down. Mahasiswa sudah mendapatkan delapan SKS dari KKN, dua belas SKS lainnya bisa diperoleh dari kegiatan magang, kewirausahaan, mobilitas, dan kegiatan lainnya," kata Nanung.