Kamis 20 Oct 2022 17:38 WIB

Masyarakat Jangan Terkontaminasi Politik Partisan

Berpolitik berbangsa bernegara itu untuk hajat hidup rakyat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.
Foto: Dokumen
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyoroti demokrasi di Indonesia yang sudah baik secara prosedural, namun belum koheren dengan demokrasi substantif. Dengan mayoritas rakyat yang seharusnya semakin maju kehidupannya, makmur, sejahtera, serta memperoleh keadilan dan lain-lain.

Sebagai solusinya dari permasalahan tersebut tidak lain eksekutif, legislatif, dan yudikatif terbuka kepada koreksi-koreksi yang tumbuh dan lahir dari pikiran-pikiran jernih masyarakat. Di sisi lain ia juga mengingatkan agar kelompok masyarakat jangan terkontaminasi dengan kepentingan politik partisan yang menumpangi kritik, koreksi, dan menjadi bola politik.

Menurutnya saat ini diperlukan jiwa negarawan di kedua belah pihak. Jiwa kenegarawanan di eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta elit negeri yang punya kekuasaan formal. Selain itu juga jiwa kenegarawanan di elit-elit kekuatan masyarakat yang punya pengaruh non formal.

"Karena berbangsa bernegara itu tidak cukup dengan menang-menangan, tidak akan memadai dengan pokoke, diperlukan dialog, keterbukaan, kejujuran, kejernihan," kata Haedar.

Menjelang tahun politik 2024, dinamika politik, kepentingan politik masing-masing parpol dan golongan itu ada. Tapi kata Haedar lagi, masyarakat harus belajar kalau berpolitik berbangsa bernegara itu untuk hajat hidup rakyat, untuk Indonesia dan bukan golongan per golongan.

"Mau tidak kita mencari titik temu yang basisnya mengedepankan kepentingan orang banyak. Jika legasi kelompok, legasi pribadi, kekuasaan hanya untuk kekuasaan, di masyarakat kekuatan hanya untuk kekuatan, tidak kepentingan lebih besar," ujarnya.

Terkait dengan Muktamar 48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah akan digelar di Solo, Haedar melihat ada dua momentum. Pertama, pandemi membuat muktamar diundur, jadi muktamar harus dimanfaatkan sebaik mungkin de­ngan seksama agar bisa bangkit.

Untuk itu, Haedar menekankan, Muhammadiyah terus membimbing umat pasca pandemi, sehingga muktamar tidak hanya untuk muktamar. Kedua, muktamar berkemajuan, harus lebih efisien, efektif, berbasis IT agar bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

Dari sana, Haedar menekankan, penting bagi Muhammadiyah mengembangkan teknologi baru yang insya Allah akan diterapkan muktamar di Solo. Dalam konteks itu, muktamar jadi regulasi organisasi penting dan strategis, bukan cuma suksesi kepemimpinan.

"Semua itu insya Allah ada dalam satu semangat bersama dari warga persyarikatan dan elit Muhammadiyah. Seperti theme song Muktamar di Solo, jalin ukhuwah, muktamar satukan lang­kah, untuk Muhammadiyah ke depan yang lebih maju," kata Haedar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement