REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat ada sebanyak 219 kasus kekerasan anak dan perempuan di Tangsel sejak Januari 2022 hingga sekitar pertengahan Oktober 2022. Anak di bawah umur menjadi kalangan yang mendominasi sebagai korban kekerasan dengan kebanyakan kekerasan seksual.
"Ada 219 kasus yang melaporkan dari Januari sampai sekarang. Dari 219 kasus itu, ada 116 khusus kasus anak, lainnya KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan dewasa. Dari 116 kasus itu, 52 di antaranya merupakan kasus pencabulan dan kekerasan seksual, jadi cukup banyak mengambil porsi yang terbesar," ungkap Kepala DP3AP2KB Tangsel Khairati di Tangsel, Kamis (20/10/2022).
Angka tersebut diketahui mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. DP3AP2KB Tangsel mencatat, dari Januari hingga Desember 2021, jumlah kekerasan anak dan perempuan di Tangsel sebanyak 171 kasus.
Khairati menyoroti tingginya kasus kekerasan seksual atau pencabulan pada anak dengan pelakunya tidak hanya orang dewasa, tetapi juga kalangan anak-anak. Menurut analisisnya, di antara faktor penyebab tingginya angka kasus kekerasan pada anak yakni paparan media sosial yaitu akses video-video 18 tahun ke atas didapatkan dengan mudah.
"Meningkatnya (kasus kekerasan) karena memang kita membuka akses pengaduan itu sangat luas jadi orang gampang mengadu. Orang tinggal telepon atau chat via Whatsapp, kita langsung datangi. Dijamin rahasianya sehingga orang jadi berani mengadu," terangnya.
Selain itu, Khairati mengatakan masif melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah serta lembaga masyarakat atau perkumpulan warga tentang antisipasi kekerasan seksual pada anak. Sosialisasi itu setidaknya sudah dilakukan terhadap sekitar 15 ribu anak di Tangsel.
Khairati mengakui ada dua sisi mata pisau atas penanganan kasus kekerasan seksual. Satu sisi, semakin banyak warga yang berani melaporkan kasus kekerasan untuk menjalani pemulihan atau dapat menjebloskan pelaku ke penjara. Sisi lainnya, tak dipungkiri tergambar bahwa kasus kekerasan jadi sangat banyak. Dia mengatakan berpihak pada sisi keterbukaan pelaporan.
"(Lebih mendukung) melapor karena akibatnya kalau anak-anak atau perempuan mendapat kekerasan tapi tidak melapor itu efeknya panjang untuk masa depan, bisa menjadi pelaku, bisa menjadi korban yang membuat dia tidak bisa tumbuy kembang dengan baik, bisa juga akan pengaruh psikologis dengan kehidupannya. Jadi yang kita harapkan semakin banyak orang mendapat kekerasan itu mengadu, kita ingin dengan sosialisasi, kasus tidak terjadi dengan catatan kita mempromosikan pencegahan kasus kekerasan," terangnya.
Terkait dengan penanganannya, Khairati menyebut pihaknya melayani berbagai pelayanan terhadap korban. Mulai dari pendampingan psikologi hingga pendampingan ke jalur hukum.
Dengan tingginya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak, pihak Polres Tangsel mengatakan terus melakukan upaya penanganan untuk menangkap para pelaku. Menurut catatannya, para pelaku kasus kekerasan seksual tidak hanya melakukan aksinya satu kali, tetapi berkali-kali, sehingga upaya pengungkapan dan penangkapan terhadap pelaku diharapkan dapat memutus mata rantai aksi pelaku.
Terbaru, pada Selasa (18/10/2022) polisi menangkap pelaku berinisial S (45) atas aksi pemerkosaan terhadap anak berinisial M (10) yang terjadi di kawasan Kompleks Kejaksaan, Cipayung, Ciputat, Tangsel, Ahad (11/9/2022). Berdasarkan pengakuan pelaku dalam penyidikan, aksi kekerasan seksual telah dilakukan olehnya terhadap sejumlah anak di bawah umur di empat titik.
"Aksi pelaku S ini ada dilakukan pada empat waktu dan tempat. Ahad (4/6/2021) dilakukan di Jalan H. Ma'sum, Kelurahan Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Lalu pada Jumat (4/2/2022) dilakukan di Jalan Masjid, Kelurahan Cinangka, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Pada Kamis (10/2/2022) di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Dan pada Ahad (11/9/2022) di Komplek Kejaksaan, Cipayung, Ciputat, Tangsel. Korban berinisial N (8), ZA (9), ZC (7), dan M (10)," jelas Sarly.
Pelaku dijerat Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang PERPPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Dia memastikan pihak kepolisian akan terus mengungkap kasus kekerasan seksual yang masih cukup marak di wilayah hukumnya. Pihaknya memperketat pengawasan aksi-aksi kejahatan jalanan di titik-titik rawan. Berdasarkan catatan, kecamatan dengan aksi kekerasan seksual terbanyak yakni di Pamulang, Ciputat, dan Pondok Aren.