REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mewaspadai dan terus memonitor kasus gagal ginjal misterius pada anak. Sejauh ini belum ditemukan kasus serupa di Kota Bogor.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, mengatakan Pemkot Bogor juga telah melaksanakan instruksi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait penghentian sementara penjualan obat sirop dengan segera melaksanakan imbauan melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor.
"Kepada Dinkes Kota Bogor sudah diminta untuk memonitor perkembangan di lapangan sekaligus memastikan imbauan Kemenkes ditaati," kata Dedie, Jumat (21/10/2022).
Dedie juga mengimbau masyarakat, khususnya orangtua untuk berhati-hari dan waspada terkait kesehatan anak masing-masing di kemudian hari. Di samping jajaran pemangku kebijakan kesehatan juga melakukan sosiaisasi.
"Bagi orang tua harus hati hati dan waspada agar tidak ada penyesalan bila kita gegabah tidak mengindahkan imbauan ini," katanya.
Kepala Dinkes Kota Bogor, Sri Nowo Retno, menyatakan hingga saat ini belum ada laporan kasus gangguan ginjal akut atau Acut Kidney Injury di Kota Bogor. Sebagai langkah antisipasi, kata dia, Dinkes sudah menyosialisasikan imbauan kepada pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit (RS) untuk tidak memberikan obat sirop kepada pasien sebelum ada kebijakan lain dari pemerintah.
"Kami sudah menerima surat dari Kemenkes dan sudah kami teruskan ke faskes RS dan puskesmas," katanya.
Retno menambahkan, Dinkes Kota Bogor akan melakukan peninjauan kepada Puskesmas dan rumah sakit dalam menindaklanjuti instruksi pemerintah ini. "Kita akan monitoring terus. Perkembangannya akan kami sampaikan lagi nanti," ujarnya.
Salah seorang warga Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, bernama Advento Saudale (35 tahun) mengaku bingung dan khawatir. Mengingat saat ini memasuki musim pancaroba, di mana anak-anaknya kerap dilanda sakit seperti demam, batuk, dan pilek.
Vento mengatakan, dalam menangani anak-anaknya yang sakit, ia dan istrinya melakukan pengobatan menggunakan obat sirop. Alhasil, di musim penghujan seperti ini, ia harus menjaga imum anaknya yang berusia 3 tahun dan 1,5 tahun secara ekstra.
“Kenapa saya pakai obat sirop? Karena balita khususnya belum bisa menelan butiran seperti kapsul, kaplet, atau serbuk. Kebanyakan sirop itu mudah larut dan ada varian rasanya,” ujarnya.
Baca juga : IAI Minta Kebijakan Pemerintah Terkait Larangan Obat Sirop
Dalam menghadapi kasus ginjal akut misterius ini, menurut Vento, pemerintah harus respons cepat tanggap, khususnya BPOM harus responsif melakukan riset dan kajian.
“Khususnya, nggak ada upaya pencegahan sama sekali. Ada kasus baru bereaksi. Karena apa? Obat itu bukan sekali pakai. Di rumah saya ada sekitar tujuh obat sirop anak dan saat ini khawatir mau dipakai atau tidak,” tutur Vento.