Kiat Pertamina Dorong Efisiensi dan Kemandirian Energi Petani
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Para petani anggota Kelompok Masyarakat (Pokmas) ‘Ngudi Tirto Lestari’ Dukuh Turibang, Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali mengolah enceng gondok menjadi pupuk organik, di Dukuh Turibang, Selasa (18/10). | Foto: Republika/Bowo Pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Pesatnya populasi enceng gondok jamak menjadi problem lingkungan bagi danau alam maupun danau buatan (seperti waduk) di Indonesia. Tak terkecuali Waduk Cengklik, di wilayah Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Waduk yang pada saat dibangun pada 1926 hingga 1928 memiliki luas genangan mencapai 300 hektare tersebut, kini terus menghadapi sedimentasi akibat tingginya populasi gulma enceng gondok. Sehingga kapasitas tampung air waduk yang berlokasi di sebelah barat Bandara Internasional Adi Soemarmo inipun berkurang guna penopang produktivitas ribuan hektare lahan pertanian (sawah) yang ada di sekitarnya.
Asa untuk membantu menangani problem lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar Waduk Cengklik digulirkan oleh PT Pertamina Patra Niaga Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo. Melalui program CSR Masyarakat Sobokerto Peduli Waduk Cengklik (MAS SOPILI), PT Pertamina Patra Niaga DPPU Adi Soemarmo menggulirkan kegiatan pengembangan Kelompok Masyarakat (Pokmas) ‘Ngudi Tirto Lestari’ Dukuh Turibang, Desa Sobokerto.
Dalam program ini, warga diedukasi untuk mengolah gulma enceng gondok menjadi pupuk organik, baik padat maupun cair. “Sekaligus juga rintisan pemanfaatan enceng gondok menjadi biogas,” kata Ketua Pokmas Ngudi Tirto Lestari Dukuh Turibang, Turut Raharjo, Rabu (18/10/2022).
Ia menambahkan, proses pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan gulma air ini cukup mudah, yakni dengan cara dicacah dan difermentasi dengan Effective Micro Organism-4 (EM4) dan molase atau bisa juga tetes tebu selama 21 hari dengan cara dibungkus rapat.
Yang membuat anggota kelompok bisa tersenyum, produk pupuk organik berbahan gulma enceng gondok ini telah dicobakan untuk tanamana bayam dan hasilnya terbukti sangat menggembirakan. Karena masa panen bisa maju tiga hari, daun bayam dengan pupuk organik ini juga lebih lebar dan warna hijaunya lebih segar, selain itu daunnya juga lebih memes atau tidak gampang robek.
Penggunaan pupuk organik ini juga lebih murah jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia, karena untuk luas lahan 3 x 8 meter saja, bisa menghabiskan Rp 40 ribu untuk dua kali pemupukan.
Namun jika menggunakan pupuk organik enceng gondok ini bisa dikatakan jauh lebih irit, sebab bahan bakunya banyak tersedia di Waduk Cengklik. “Paling kita hanya modal EM4 dan molase sekali, tetapi penggunaannya bisa berkali-kali, sehingga lebih ekonomis,” jelasnya.
Mandiri energi
Turut juga menyampaikan, terkait pemanfaatan enceng gondok sebagai biogas juga sudah mulai dilakukan oleh Pokmas Ngudi Tirto Lestari. Hasil uji coba yang sudah dilakukan, untuk 100 kilogram cacahan tanaman enceng gondok yang difermentasi mampu menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk sumber energi pengganti elpiji.
Dalam program MAS SOPILI ini, lanjutnya, DPPU Adi Soemarmo telah memberikan bantuan berupa peralatan seperti timbangan, pencacah enceng gondok, serta instalasi biogas portabel untuk Pokmas Ngudi Tirto Lestari Dukuh Turibang.
Termasuk juga pelatihan sekaligus pendampingan bagi eduksi pemanfaatan gulma enceng gondok sebagai sumber energi. Ke depan pemanfaatan biogas enceng gondok ini diproyeksikan akan mampu menggantikan kebutuhan elpiji tiga kilogram (bersubsidi).
Sehingga 26 kepala keluarga (KK) anggota pokmas ini bisa mandiri secara energi. “Jika ini terwujud maka tidak hanya problem lingkungan Waduk Cengklik yang tertangani, kami juga akan berkontribusi mengurangi beban Pemerintah dari subsidi elpiji,” tegasnya,
Community Development Officer DPPU Adi Soemarmo, Siti Fathonah menjelaskan, dalam melakukan program CSR di Pertamina mendasarkan pada kajian sosial mapping untuk memberikan deskripsi tentang potensi masalah yang dihadapi di desa sasaran.
Sehingga rekomendasi program yang dapat dilaksanakan di Dukuh Turibang, Desa Sobokerto, adalah mengurai masalah populasi gulma enceng gondok di Waduk Cengklik, di lingkungannya.
“Maka community development diwujudkan dengan mengedukasi dan memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan enceng gondok bisa diolah menjadi pupuk organik dan mulai dicobakan untuk biogas portable,” jelas dia.
Ia mengakui, untuk pemanfaatan menjadi biogas portabel masih dalam rintisan, karena proses untuk mendapatkan fermentasi gas cukup membutuhkan waktu. Jika sudah berjalan maka setiap anggota pokmas akan bisa memanfaatkan gas portabel untuk mengurangi elpiji bersubsidi.
Sedangkan untuk pupuk organik, sudah jelas pemanfaatannya untuk mendukung produktivtas pertanian anggota kelompok. Karena sudah diujicobakan dan hasilnya sangat memuaskan bagi para petani.
Bagi para ibu anggota pokmas, juga diberikan peltihan memproduksi Eco Enzyme untuk kesehatan dengan memanfaatkan limbah sayur-sayuran dan buah-buahan segar yang setiap hari diproduksi oleh rumah tangga.
Eco Enzim selama ini sangat bermanfaat bagi kesehatan, mulai dari obat luka, untuk pegal linu dan bahkan terapi stroke. “Alhamdulillah, respons masyarakat Dusun Turibang cukup antusias dan Pemerintah Desa Sobokerto juga sangat mendukung,” tegasnya.
Area Manager Communication Relation and CSR PT Petamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho menambahkan, dalam program CSR Pertamina berkomitmen untuk mendukung pembangunan sosial berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
“Hal ini sebagai wujud dari kontribusi Pertamina yang dalam menjalankan bisnisnya terus memperkuat implementasi Environmental, Social, and Government (ESG),” ujar dia.