Jumat 21 Oct 2022 20:45 WIB

Dewan Fatwa Eropa Kecam Larangan Jilbab di Tempat Kerja

Larangan jilbab berdampak pada ribuan wanita Muslim di seluruh Eropa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Muslimah berjilbab (ilustrasi). Dewan Fatwa Eropa Kecam Larangan Jilbab di Tempat Kerja
Foto: AP
Muslimah berjilbab (ilustrasi). Dewan Fatwa Eropa Kecam Larangan Jilbab di Tempat Kerja

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dewan Fatwa dan Riset Eropa (ECFR) mengecam keputusan pengadilan tinggi Uni Eropa yang mengizinkan perusahaan melarang hijab bagi perempuan Muslim di tempat kerja. Dwean menyatakan, keputusan itu sama saja mendukung diskriminasi majikan terhadap perempuan pekerja.

"ECFR menekankan keputusan seperti itu dan sejenisnya mengurangi peluang integrasi positif dan berdampak negatif pada hak-hak kewarganegaraan dan merampas masyarakat dari kontribusi perempuan Muslim untuk membangun masyarakat dan peradaban," tulis dewan yang berbasis di Dublin dalam sebuah pernyataan yang dilansir About Islam, Jumat (21/10/2022).

Baca Juga

Putusan Pengadilan Kehakiman Uni Eropa (CJEU) yang dikeluarkan di Luksemburg pada 13 Oktober 2022 adalah kasus tentang seorang wanita Muslim yang diberitahu ketika dia melamar magang kerja enam pekan di sebuah perusahaan Belgia bahwa dia tidak akan diperbolehkan memakai jilbab.

Lalu wanita itu membawa keluhannya ke pengadilan Belgia, yang kemudian meminta nasihat dari Pengadilan Kehakiman Uni Eropa (CJEU) di Luksemburg. "Aturan internal dari suatu usaha yang melarang pemakaian tanda-tanda agama, filosofis atau spiritual yang terlihat tidak merupakan diskriminasi langsung jika diterapkan pada semua pekerja secara umum dan tidak berbeda," kata penilaian CJEU.

ECFR mengatakan, putusan tersebut melanggar Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia Pasal (9/10) yang menyatakan: "Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan beragama."

Itu juga melanggar deklarasi universal hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan beragama."

Karena itu, ECFR mendesak Pengadilan Eropa mempertimbangkan kembali keputusan ini, karena, jika diterapkan, akan membatasi banyak wanita Muslim Eropa, dan mengisolasi mereka. "Itu akan mencegah mereka untuk secara tulus mengambil peran aktif dalam bidang ilmiah, kesehatan, akademik, dan ekonomi dalam masyarakat mereka, karena mereka menganggap keputusan seperti itu melanggar hak agama dan hak asasi mereka yang dijamin oleh semua konvensi internasional maupun Eropa," tambah pernyataan ECFR.

Keputusan hukum semacam itu telah berdampak pada ribuan wanita Muslim di seluruh Eropa. Awal tahun ini, pengadilan tertinggi Prancis memutuskan menegakkan larangan pengacara mengenakan jilbab di ruang sidang di Lille.

Juga di Prancis, wanita yang mengenakan niqab atau burqa, yang menutupi seluruh wajah dan tubuh, di tempat umum menghadapi denda 150 euro. Di Jerman, larangan pakaian dan simbol keagamaan untuk guru dan pegawai negeri lainnya di Jerman menyebabkan beberapa wanita Muslim berhenti dari karier mengajar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement