REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya mengembangkan industri petrokimia agar bisa lebih berdaya saing global. Adapun upaya strategis yang dijalankan seiring tren pasar untuk mengakselerasi industri petrokimia menerapkan prinsip ekonomi sirkular.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito mengatakan penggunaan energi terbarukan dapat dilakukan sektor industri petrokimia untuk mensubstitusi penggunaan listrik yang bersumber dari energi fosil.
“Pada industri petrokimia, implementasi ekonomi sirkular bisa melalui pendekatan dari konsep 5R, yakni reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew,” ujarnya, Jumat (21/10/2022).
Warsito menjelaskan, konsep reduce yaitu mengurangi penggunaan material berlebih dan energi dengan melakukan efisiensi bahan baku dan energi. Kemudian, reuse adalah menggunakan bersama- sama aset yang ada secara berulang-ulang, antara lain dengan penggunaan sistem utilitas bersama dalam satu kawasan. Sedangkan, recycle itu menggunakan kembali material yang ada.
“Konep refurbish adalah memanjangkan daur hidup material atau menggunakan material yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti mendorong penggunaan waste sebagai energi alternatif untuk industri. Selanjutnya, renew itu memprioritaskan penggunaan energi dan material terbarukan,” ucapnya.
Menurut Warsito, saat ini efisiensi energi sudah menjadi hal yang tidak asing industri padat energi, seperti industri petrokimia. Dalam hal ini, industri petrokimia, study case pada industri pupuk yang dapat dijadikan best practice, antara lain upaya substitusi sumber panas dari high pressure steam (HPS) ke medium pressure steam (MPS) pada pengering saringan molekuler.
Selain itu, mengganti teknologi exhaust processing dari metode Cryogenic ke Permeable Membrane, melakukan optimasi gas buang (tail gas) sebagai bahan bakar, dan meningkatkan isolasi reformer atau reactor eksotermis.
Dari sisi lain, tren sirkular ekonomi juga dapat berdampak pada berkurangnya permintaan virgin polymer global. Adapun beberapa perusahaan sudah berkomitmen untuk mengurangi penggunaan plastik (virgin).
“Hal ini mendorong industri petrokimia untuk mampu beradaptasi dan membangun strategi jangka panjang yang dapat mengintegrasikan bisnis model sirkular ekonomi ke dalam proses yang ada saat ini,” imbuhnya.
Menurutnya langkah yang tidak kalah pentingnya, penggunaan energi dan material terbarukan. Dalam hal ini, industri petrokimia harus mampu menjawab permintaan pasar global terkait penggunaan energi terbarukan dan material yang ramah lingkungan.
“Misalnya, permintaan untuk mensubstitusi sebagian plastik konvensional dengan bioplastic yang dapat dikembangkan melalui R&D material yang mampu terdegradasi secara alami (biodegradable),” ucapnya.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiono menambahkan pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri yang menerapkan ekonomi sirkular guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan mengatasi peningkatan limbah sampah di dalam negeri.
“Kegiatan ekonomi sirkular bisa membantu pemerintah dalam mencegah peningkatan impor bahan baku petrokimia serta bisa mengurangi limbah sampah,” ucapnya.