Sabtu 22 Oct 2022 08:30 WIB

Penggunaan Jilbab tak Sekadar Penutup Kepala, Ini Penjelasan Akademisi UII

Jilbab merupakan busana Muslimah yang harus mencerminkan kepribadian

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Muslimah. Jilbab merupakan busana Muslimah yang harus mencerminkan kepribadian
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Muslimah. Jilbab merupakan busana Muslimah yang harus mencerminkan kepribadian

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemakaian hijab pada era milenial kini sudah jadi tren. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Isnatin Miladiyah menekankan, memakai hijab harus sebagai bentuk ketundukan Muslimah terhadap perintah Allah SWT. 

Dia berpendapat, ketundukan itu akan membuat hidayah akan semakin dekat. Hijab harus pula digunakan sesuai syariat dengan tidak memakai pakaian ketat. Khusus kepada mahasiswa, Isnatin berpesan agar tidak melepas hijab selepas kuliah. 

Baca Juga

Hal itu bukan berarti mengandung arti sebagai Muslimah harus bersikap eksklusif, tetap tetap mampu dan mau bergaul dengan semua orang, jangan golongan tertentu saja, jadi agen perubahan. Namun, keindahan dalam berhijab tidak perlu diindahkan, asal tidak berlebihan. 

"Tunjukkan bahwa Islam merupakan rahmatan lil alamin," kata Isnatin dalam Hijab Day di Auditorium FK UII, Kamis (20/10/2022) lalu. 

Penulis dan konsultan keluarga, Rochma Yulika berpendapat, Muslimah ideal itu yang tidak hanya mengejar karier, namun memperjuangkan kemanfaatan di masyarakat. Sebagai abidatun lillahitaala, Muslimah harus mampu menjadi hamba yang tunduk. 

Baik kepada perintah Allah SWT maupun menjauhi larangan-Nya. Tantangan Muslimah sepanjang massa yaitu berperan sebagai istri dan ibu. Dia menilai, dalam melakoni peran sebagai istri solihah, jadi sosok yang menjadikan suami sebagai pemimpin. 

Sedangkan, sebagai seorang ibu merupakan suatu profesi terlama sepanjang massa karena ibu selamanya akan menjadi seorang ibu. Sebagai persiapan agar seorang Muslimah mampu melakoni peran dengan baik, dia merasa, perlu aqidah yang lurus. 

Ibadah dibagi menjadi mahdhah dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang memiliki aturan syariat secara pasti, seperti shalat dan zakat. Berbeda dengan ibadah ghoiru mahdoh yang merupakan amalan yang diizinkan Allah SWT. 

"Serta, dilandasi niat untuk memperoleh keridhoan-Nya, contohnya adalah berdakwah, silaturahim dan menjenguk orang sakit," ujar Rochma. 

Dia menekankan, seorang Muslimah boleh bekerja asal tidak menyampingkan tugasnya sebagai istri dan ibu. Niatkan bekerja sebagai ibadah dan uang yang dihasilkan untuk bersosial. Jadi, semakin besar gaji, semakin besar zakat yang diberikan. 

Kepada mahasiswa, dia berpesan, sadari keberadaan diri sebagai makhluk Allah SWT. Miliki iman yang senantiasa menggenap, berkurang dengan maksiat, bertambah dengan taubat. Jadikan Islam dan dakwah sebagai kendaraan menuju Allah SWT dan kemuliaan. 

Penting memiliki semangat belajar yang tinggi dan pantang menyerah, keinginan yang kuat untuk berkontribusi dan berpartisipasi di masyarakat. Selalu menjaga kehormatan diri dalam interaksi serta berusaha menjadi teladan bagi sesama. "Senantiasa mengukir karya dan prestasi untuk dunia dan akhiratnya," kata Rochma. (Wahyu Suryana)

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement