Ahad 23 Oct 2022 08:39 WIB

Erdogan Tantang Mereka yang Tolak Penggunaan Jilbab di Turki

Erdogan menantag mereka yang menentang dengan menggelar referendum.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP/Alexandr Demyanchuk/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (22/10) mengusulkan pemungutan suara nasional untuk menjamin hak perempuan mengenakan jilbab di lembaga-lembaga negara, sekolah dan universitas. Sebelumnya partai berkuasa  yang berakar Islam mencabut larangan mengenakan jilbab di lembaga-lembaga negara pada 2013.

Namun masalah jilbab kembali mendominasi perdebatan politik dalam beberapa bulan terakhir menjelang pemilihan umum pada 2023 mendatang. Persoalan ini akan menjadi salah satu tantangan paling serius bagi Erdogan.

Baca Juga

Erdogan kerap meyebutkan, pencabutan larangan jilbab tersebut sebagai contoh bahwa, partainya yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mewakili Muslim Turki yang taat. Erdogan juga mengatakan, kemenangan partainya pada 2002 melawan partai-partai sekuler yang sebelumnya memerintah Turki.

 "Jika Anda memiliki keberanian, ayo, mari kita bawa masalah ini ke referendum. Biarkan bangsa yang membuat keputusan," kata Erdogan dalam sambutannya yang ditujukan kepada pemimpin utama partai oposisi Kemal Kilicdaroglu, dilansir Alarabiya, Ahad (23/10).

Kilicdaroglu adalah pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), yang beraliran sekuler. Partai ini didirikan oleh pendiri republik Turki modern sekuler, Mustafa Kemal Ataturk.

Namun sebenarnya, pemimpin CHP telah mengusulkan undang-undang untuk menjamin hak memakai jilbab. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketakutan publik bahwa, CHP akan memberlakukan kembali larangan memakai jilbab. Para ahli mengatakan, Kilicdaroglu berusaha menunjukkan kepada pemilih agar mereka tidak perlu takut memilih CHP dalam pemilu tahun depan.

 “Kami telah membuat kesalahan di masa lalu terkait jilbab. Sudah waktunya untuk meninggalkan masalah itu di belakang kita," ujar Kilicdaroglu awal bulan ini.  

Jilbab menjadi pusat perdebatan pada 1990-an di Turki. Tetapi saat ini tidak ada partai yang mengusulkan larangan penggunaan jilbab di negara mayoritas Muslim.

Erdogan mengatakan, perubahan konstitusi akan segera dikirim untuk disetujui parlemen. Partai AKP dan mitra aliansi nasionalis memegang kursi minoritas di parlemen.

Tetapi di bawah undang-undang Turki, perubahan konstitusi membutuhkan persetujuan 400 anggota parlemen tanpa perlu referendum. Oleh karena itu CHP perlu memberikan dukungannya. Jika perubahan konstitusi tidak bisa diselesaikan di parlemen, maka dapat diserahkan kepada rakyat.

 “Jika masalah ini tidak dapat diselesaikan di parlemen, kami akan menyerahkannya kepada rakyat,” kata Erdogan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement