Ahad 23 Oct 2022 13:17 WIB

Teddy Minahasa Diduga Otak Jaringan Peredaran Narkoba

Pengacara AKBP Dody sebut Irjen Teddy Minahasa jadi otak jaringan peredaran narkoba.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Lingkaran Narkoba Teddy Minahasa. Pengacara AKBP Dody sebut Irjen Teddy Minahasa jadi otak jaringan peredaran narkoba.
Foto: Republika
Lingkaran Narkoba Teddy Minahasa. Pengacara AKBP Dody sebut Irjen Teddy Minahasa jadi otak jaringan peredaran narkoba.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa diduga sebagai otak dalam jaringan peredaran gelap narkoba yang melibatkan sejumlah anggota Polri. Hal itu diketahui berdasarkan keterangan saksi lainnya yang juga terjerat dalam kasus peredaran gelap narkoba Teddy.

"Saya pengacara keenam tersangka, jadi otomatis saya mendamipi pada saat pemeriksaan semuanya. Itu semuanya menberikan keterangan bahwa Teddy Minahasa lah yang menjadi otak atas skenario semua rentetan peristiwa ini," ujar kuasa hukum tersangka AKBP Dody Prawiranegara, bersama tersangka lainnya, Adriel Viari Purba, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (22/10/2022).

Baca Juga

Selain itu, kata Adriel, pihaknya mencium adanya kejanggalan dalam kasus yang melibatkan salah satu kliennya, Dody Prawiranegara. Ketika itu kiennya sudah tidak lagi menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi, tapi sebagai anggota Logostik Polda Sumatera Barat. Kemudian kejanggalan itu terjadi pada saat kliennya tetap diperintah untuk menjebak tersangka Linda.

"Kejanggalan, sangat janggal, sangat dibuat buat, ini dugaan saya ya, sekali lagi ini semua penjelasan dari semua klien saya, saya sudah kroscek klien saya semua. Saya kan selalu mendampingi," ungkap Adriel.

Lebih lanjut, kata Adriel, tidak hanya kejanggalan soal perintah yang tak sesuai dengan tugas kliennya tapi juga pihaknya mempertanyakan soal uang Rp 20 miliar yang dikeluarkan oleh Teddy gara-gara informasi palsu dari tersangka Linda. Sambungnya,  Teddy sendiri mengaku kehilangan Rp 20 miliar dari kantong pribadinya untuk menjebak Linda.

"Pak TM yang bilang bahwa menjebak linda itu. Dia itu tidak bersalah dan apa bisa polisi menjebak-jebak seperti itu, polisi berarti jahat dong bisa menjebak-jebak seperti itu. Katanya adanya mengait-ngaitkan Rp 20 miliar Itu kan berarti urusannya pribadi, menjebak apakah itu benar? Dibenarkan di kaca mata hukum kita?" kata Adriel.

Sebelumnya, Teddy membuat tulisan bantahan yang disebar di media sosial. Dalam tulisan bantahan tersebut, dia menulis kronologi versinya terkait kasus itu. Bahkan dalam tulisan itu, dia mengaku awalnya ditipu kemudian dituduh terlibat kasus pengedaran narkoba.

Selain itu dalam bantahannya, dia juga menegaskan bahwa dirinya bukan pengguna narkoba. Adapun mengenai hasil tes urine yang positif, kata dia, itu akibat obat bius saat menjalani perawatan gigi.

“Pada hari Kamis, tanggal 13 Oktober 2022 sepulang dari RS Medistra, saya langsung ke Divpropam Mabes Polri untuk mengklarifikasi tuduhan bahwa saya membantu mengedarkan narkoba. Jam 19.00 saya diambil sampel darah dan urine. Ya pasti positif karena dalam obat bius (anastesi) terkandung unsur narkoba,” tutur Teddy dalam surat bantahannya.

Kemudian terkait tuduhan sebagai pengedar narkoba, Teddy menuliskan, pada sekitar bulan April-Mei, Polres Kota Bukittinggi mengungkap kasus narkoba sebesar 41,4 kg.

Pemusnahan barang bukti dilakukan pada tanggal 14 Juni 2022. Lalu saat proses pemusnahan barang bukti ini, Kapolres Kota Bukittinggi beserta orang dekatnya melakukan penyisihan barang bukti narkoba tersebut sebesar 1 persen untuk kepentingan dinas.

Kemudian pada tanggal 20 Oktober 2022, lanjut Teddy, Kapolres Kota Bukittinggi terkena mutasi. Hal tentunya membuat kekecewaan yang mendalam oleh Kapolres Kota Bukittinggi saat itu. Karena ekspektasinya adalah dapat prestasi dan bisa dinaikkan pangkatnya menjadi Kombes seiring dengan rencana kenaikan tipe polres kota Bukittinggi.

“Saya sebagai Kapolda disebut telah memberikan perintah penyisihan barang bukti narkoba tersebut,” jelas Teddy.

Sambung Teddy, tanggal 23 Juni 2022 ada orang yang pernah menipu dirinya terkait informasi penyelundupan narkoba sebesar 2 ton melalui jalur laut bernama Anita alias Linda. Orang tersebut membuat Teddy rugi hampir 20 miliar untuk biaya operasi penangkapan di Laut China Selatan dan sepanjang Selat Malaka dari kantong pribadi.

Lanjut Teddy, ia berniat untuk melakukan penangkapan terhadap Linda yang akan dilakukan oleh Kapolres Kota Bukittinggi. Namun ternyata implementasi dari teknik delivery control maupun under cover oleh Kapolres tidak dilakukan secara prosedural. Dari sinilah, dirinya disebut terlibat telah memperkenalkan Anita alias Linda kepada Kapolres Kota Bukittinggi untuk transaksi narkoba.

Padahal, Teddy mengaku, tidak pernah tahu wujud dari narkoba yang disisihkan tersebut, tidak tahu jumlahnya, dan tidak tahu disimpan dimana. Sehingga dirinya juga tidak yakin bahwa Kapolres Kota Bukittinggi benar-benar telah menyisihkan sebagian dari barang bukti narkoba tersebut atau tidak.

“Saya bersumpah di hadapan Tuhan yang maha kuasa bahwa saya tidak pernah sekalipun menkonsumsi narkoba apalagi menjadi pengedar narkoba secara ilegal. Namun, saya menghormati proses hukum yang ada dan saya setia kepada negara dan institusi saya,” tutup Teddy dalam surat bantahannya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement