REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kuasa hukum tiga terdakwa teroris yaitu Farid Okbah, Zain Anajah, dan Anung Al Hamad, mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam persidangan ketiga terdakwa.
Hal itu disampaikan Kuasa hukum tiga terdakwa, Abdullah Al-Katiri setelah menjalani sidang sampai pemeriksaan ahli Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu ahli litarsi ideologi terorisme yang pengakuannya saat ini juga sebagai tenaga ahli radikalisme dan terorisme Mabes Polri.
"Kami meragukan keobjektifan dari ahli ini, karena menurut pengakuannya sejak 2019 sampai sekarang masih sebagai tenaga ahli radikalisme dan terorisme Mabes Polri. Seharusnya ahli itu harus independen dan biasanya akademisi, dari perguruan tinggi," kata Abdullah Al-Katiri kepada Republika.co.id, Ahad (23/10/2022).
Abdullah menuturkan kejanggalan yang terungkap dalam persidangan saat JPU menghadirkan ahli digital forensik Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan ahlinya dalam persidangan tiga Ustadz yang didakwa sebagai teroris.
Kejanggalan yang ditemukan yaitu barang bukti flash disk 16 GB warna hitam yang diperiksa di laboratorium forensik merupakan barang bukti yang digunakan dalam perkara Siswanto yang telah diputus pada setahun lalu.
"Tepatnya pada 30 November 2021 yang mana salah satu isi amar putusannya menyatakan barang bukti flashdisk merek Sandisk 16 GB warna hitam dirampas negara untuk dimusnahkan," ujar Abdullah.
Putusan tersebut dipertegas dengan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur nomor : PRINT-048/M.1.13.3/01/2022 tanggal 24 Januari 2022.
Namun, Abdullah heran karena barang bukti flash disk 16 GB warna hitam yang seharusnya sudah dimusnahkan itu telah dipakai untuk menjerat tiga terdakwa sebagai teroris.
"Anehnya barang bukti yang telah dimusnahkan atas perintah Pengadilan tersebut pada persidangan hari Rabu tanggal 12 Oktober 2022 yaitu tepatnya satu tahun setelah dimusnahkan itu dimunculkan kembali," ucap Abdullah.
Abdullah menuturkan kejanggalan lain dalam persidangan tiga Ustadz ini adalah JPU yang tidak menghadirkan saksi pelapor, melainkan hanya beberapa saksi fakta yang bukan pelapor.
Menurutnya, dalam perkara pidana adanya pelapor merupakan mutlak dan harus diperiksa di dalam persidangan.
"Yang mana semua ahli diperiksa rata-rata di atas lima bulan setelah ketiga Ustadz tersebut ditersangkakan dan ditangkap," sebut Abdullah.
Selain itu, kejanggalan berikutnya menurut Abdullah adalah pada saat mentersangkakan ketiga ustadz pada tahap penyidikan belum memenuhi dua alat bukti. Sedangkan aturannya jika penyidik mentersangkakan seseorang harus ada minimal dua alat bukti yang sah.
"Hal ini jelas-jelas juga diatur dalam Bab 1 Pasal 9 Peraturan Kapolri (PERKAP) No 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana," tegas Abdullah.