REPUBLIKA.CO.ID, MYKOLAIV -- Rusia menembak rudal dan drone ke Kota Mykolaiv, di selatan Ukraina. Serangan itu menghancurkan sebuah blok apartemen dan perang mengarah ke "eskalasi tak terkendali."
Serangan ke kota pabrik kapal yang terletak sekitar 35 kilometer sebelah barat laut Kota Kherson dilakukan setelah Rusia memerintahkan 60 ribu warga untuk meninggalkan daerah tersebut untuk "menyelamatkan nyawa" dalam menghadapi serangan balik Ukraina.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu membahas "situasi yang semakin memburuk dengan cepat" dengan Menteri Luar Negeri Inggris, Prancis dan Turki melalui sambungan telepon.
Pada Senin (24/10/2022) kemeterian menambahkan Shoigu juga melakukan sambungan telepon dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin dua kali selama tiga hari. Pentagon mengatakan Austin memberitahu Shoigu ia "menolak setiap alasan eskalasi yang timbulkan Rusia."
Tanpa memberikan bukti Shoigu mengatakan Ukraina dapat meningkatkan ketegangan dengan menggunakan "bom kotor" atau bahan peledak konvensional yang dicampur bahan-bahan radioaktif.
Ukraina tidak memiliki senjata nuklir, sementara Rusia mengatakan dapat melindungi teritorialnya dengan senjata nuklir.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menolak tuduhan Rusia. Ia mengatakan tuduhan itu "absurd" dan "berbahaya."
"Rusia serang menuduh pihak lain yang sedang mereka rencanakan sendiri," katanya.
Dalam gabungan Inggris, Prancis dan AS mengatakan mereka berkomitmen untuk mendukung Ukraina "sepanjang yang dibutuhkan." Tiga negara itu juga menolak peringatan Rusia mengenai "bom kotor."
"Negara-negara kami telah menegaskan kami menolak semua tuduhan palsu Rusia bahwa Ukraina sedang menyiapkan bom kotor di wilayahnya sendiri," kata mereka.
"Dunia akan melihat segala upaya menggunakan tuduhan ini sebagai alasan meningkatkan ketegangan," tambah tiga negara itu.