REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain komponen apa yang kita makan, waktu makan juga penting untuk diperhatikan. Sebab beberapa studi membuktikan bahwa makan terlalu malam bisa menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Studi pertama dilakukan oleh peneliti dari Salk Institute bernama Satchin Panda. Studi yang dilakukan pada 2012 dan diterbitkan kembali dalam buku The Oldest Cure in the World: Adventures in the Art and Science of Fasting. Subjek studi ini melibatkan sejumlah tikus yang kemudian dibagi dua kelompok.
Kelompok pertama mereka harus mengikuti pola jendela makan 8 jam. Artinya, selama 8 jam itu, tikus bebas mengonsumsi makanan dan minuman apapun selama tidak berlebihan. Kelompok lainnya, mereka dibebaskan makan jam berapapun.
Jumlah makanan yang dikonsumsi dua kelompok sama, yang dalam 11 ribu penelitian hewan pengerat sebelumnya menyebabkan obesitas dan gangguan metabolisme lainnya. Benar saja, setelah tiga bulan, tikus yang makan sembarang mengalami obesitas, diabetes, penyakit hati, dan sejumlah kondisi buruk lainnya.
Sebaliknya, tikus yang mengikuti pola jendela makan 8 jam tetap sehat dan bebas dari penyakit metabolik. Berat badan, gula darah, dan kolesterol mereka normal, hati mereka kurang berlemak dibandingkan tikus yang makan jam berapapun, koordinasi motorik mereka lebih baik, dan seluruh tubuh mereka tidak meradang.
“Jendela makan 8 jam sepenuhnya melindungi mereka dari penyakit, meskipun makanan yang dikonsumsi sama dengan tikus yang makan di jam berapapun,” kata Panda seperti dilansir dari Salon, Senin (24/10/2022).
Peneliti lain menduplikasi temuan Panda, dan uji coba dilakukan pada manusia untuk melihat apakah puasa lebih lama di malam hari akan membuat tubuh lebih sehat. Dalam beberapa percobaan, subjek penelitian yang menerapkan jendela makan 8 jam bisa mengurangi berat badan, tekanan darahnya lebih rendah, dan melihat peningkatan penanda stres oksidatif.
Ketika para peneliti mengeksplorasi mekanismenya, mereka menemukan bahwa periode puasa yang lebih lama memberi waktu bagi tubuh untuk melakukan lebih banyak perbaikan. Namun perbaikan ini biasanya kurang optimal jika waktu untuk mencerna makanan terlalu lama.
Sayangnya, penelitian menunjukkan bahwa saat ini banyak orang makan atau minum sesuatu yang berkalori selama 14 atau 15 jam sehari, yang berarti tubuh berpuasa hanya 9 atau 10 jam semalam. Artinya, durasi perbaikan pada tubuh setiap malamnya semakin berkurang, mungkin hanya tiga atau empat jam, sementara waktu idealnya enam jam bahkan 12 jam.
Studi lain juga menunjukkan bahwa makan lebih banyak di pagi dan siang hari lebih sehat. Misalnya, dalam satu penelitian Israel tahun 2012, sukarelawan obesitas diacak ke salah satu dari dua rejimen penurunan berat badan, keduanya berjumlah 1.400 kalori per hari. Satu kelompok makan 700 kalori saat sarapan, 500 kalori saat makan siang, dan 200 kalori saat makan malam.
Sementara kelompok lain makan sebaliknya: 200 kalori saat sarapan, 500 kalori saat makan siang, 700 kalori saat makan malam. Setelah tiga bulan, kelompok pertama kehilangan lebih banyak berat badan, memiliki tekanan darah dan kolesterol yang lebih baik, dan jauh lebih sensitif terhadap insulin daripada kelompok satunya lagi.
Studi lainnya tahun 2007 dari National Institute on Aging menemukan hal serupa. Dalam penelitian tersebut, para relawan diminta untuk makan malam antara pukul 17.00 dan jam 21.00 setiap hari selama delapan minggu dengan harapan kesehatan mereka akan membaik. Tetapi mereka hampir tidak menjadi lebih sehat sama sekali, dan beberapa biomarker seperti kolesterol, benar-benar berubah menjadi lebih buruk.
Salah satu alasan mengapa lebih baik mengonsumsi lebih banyak kalori saat sarapan adalah karena ritme sirkadian tubuh membuat proses mencerna makanan lebih efisien di pagi hari. Ambil contoh pengelolaan hormon insulin tubuh. Tugas insulin adalah mengontrol kadar gula dalam tubuh, caranya dengan memberi sinyal pada sel lemak, otot, dan hati untuk mengambil glukosa dari darah untuk mengubahnya menjadi glikogen.
Karena ritme sirkadian, pankreas memproduksi banyak insulin di pagi dan sore hari, tetapi produksinya berkurang pada sore hari. Saat kita makan di sore atau malam hari, insulin dalam aliran darah menjadi lebih sedikit, sehingga glukosa bertahan lebih lama di arteri kita, di mana ia menempel di dinding arteri. Seiring waktu, arteri dapat menggumpal, menempatkan kita pada risiko serangan jantung, stroke, demensia, dan bencana lainnya.
Ini memperkuat temuan bahwa makan lebih banyak kalori di pagi hari lebih baik dan menyehatkan, daripada makan terlalu banyak di malam hari. Apalagi jika Anda terbiasa makan terlalu malam, dan tidak memberi ruang yang cukup bagi pencernaan untuk istirahat.