Senin 24 Oct 2022 18:51 WIB

Pertamina EP Dorong Difabel Tarakan Berdaya

Rumah Batik Pertamina memberdayakan 28 difabel tuli dan daksa.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Aneka kain batik hasil karya para difabel di Tarakan.
Foto: Dok Pertamina EP Tarakan
Aneka kain batik hasil karya para difabel di Tarakan.

REPUBLIKA.CO.ID, TARAKAN -- Difabel di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk bisa berdaya. Dengan akses yang mumpuni dan kesempatan bekerja, difabel bisa mandiri dan berkarya.

Atas nilai tersebutlah, PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina EP Tarakan Field mendorong kelompok difabel di Tarakan bisa berdaya melalui membatik. Melalui Rumah Batik Pertamina, 28 difabel tuli dan daksa memaksimalkan potensi mereka untuk berkarya.

Baca Juga

Melalui pemberdayaan dan bimbingan, para difabel yang semula tidak memiliki kompetensi untuk mandiri karena keterbatasan akses pendidikan dan ekonomi kini bisa mandiri.

Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tarakan Arbain mencatat di Tarakan sendiri ada 800 orang difabel. Banyak dari mereka belum bisa mendapatkan akses pekerjaan karena keterbatasan komunikasi dan ruang gerak. Namun, Arbain menilai langkah Pertamina EP Tarakan Field dalam membantu difabel untuk berdaya merupakan langkah kecil yang bisa menjadi inspirasi pihak lain untuk berkontribusi yang sama untuk memberikan aksesibilitas bagi difabel.

"Langkah pemberdayaan yang dilakukan Pertamina tentu saja bisa mengangkat derajat para difabel yang selama ini kerap dianggap sebelah mata. Hal terpenting adalah, para difabel bisa mandiri dari sisi ekonomi," ujar Arbain saat ditemui di Rumah Batik Yayasan Al Marhamah, pekan lalu.

Sony Lolong, seniman batik asal Subang yang menasbihkan dirinya ke Tarakan menjadi kordinator rumah batik difabel ini. Sony Lolong bersama difabel Tarakan ini bahkan mampu menciptakan batik khas Kalimantan Utara, yang khas dengan Suku Tidung Pesisir.

Awalnya, Sonny bukanlah seorang pembatik. Dia mengenal teknik membatik setelah mengikuti pelatihan di Dinas Pedagangan Koperasi dan UMKM Tarakan pada pertengahan 2011. Ada sekitar 200 orang yang mengikuti pelatihan tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 20 orang dipilih untuk mengikuti pelatihan lanjutan di salah satu pusat batik di Yogyakarta.

"Tapi saya tuh sadar, kalau sebenarnya peluang ini bisa memberikan manfaat juga bagi orang lain. Saya tergerak saat melihat banyak sekitar saya teman teman difabel yang sebenarnya potensinya besar, namun tidak punya akses," kisah Sony.

Berdasarkan survei Dinas Sosial Kota Tarakan, terdapat sekitar 321 difabel. Dibantu Pertamina EP (PEP) Tarakan Field dan didukung Pemerintah Kota Tarakan, pada 2019 membentuk Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) sebagai upaya bersama untuk mengembangkan potensi lokal dalam kerajian batik.

Tahun pertama, Sony mengajak 23 difabel baik itu difabel tuli maupun daksa untuk ikut bersama membatik. Difabel tuli ini tinggal tersebar di desa desa di Tarakan. Memasuki tahun kedua, melihat difabel yang sudah bergabung mampu berdaya, disusul minat difabel lain sehingga saat ini ada 28 difabel yang tergabung dalam kelompok Batik milik Sonny.

Field Manager PEP Tarakanm Isrianto Kurniawan menjelaskan, langkah yang dilakukan Pertamina dalam memberdayakan difabel bukan tanpa sebab. Isrianto merasakan keresahan yang sama ketika melihat angka kelompok difabel di Tarakan dan belum mampu mandiri. Sehingga, Isrianto menilai, pemberdayaan perlu dilakukan. Hal ini sejalan dengan prinsip ESG yang diusung Pertamina.

“Tarakan Field melalui Kubedistik membantu dan mencoba menyadarkan kawan-kawan disabilitas bahwa mereka punya potensi untuk dikembangkan,” kata Isrianto.

Menurut Isrianto, keterlibatan PEP Tarakan Field menjawab kebutuhan sosial dan meningkatkan kapasitas kalangan penyandang disabilitas di Kota Tarakan yang tergabung dalam Kubedistik. “Kini mereka pun telah berkembang dan maju. Sebagai contoh ada yang ahli dalam pembatik, pembuat motif, penjahit, dan membuat batik cap,” ujarnya.

PEP Tarakan Field juga menggalang keterlibatan pemangku kepentingan dalam menjalankan program Kubedistik ini. Seperti Universitas Borneo Tarakan, Universitas Nasional, SLB Negeri Tarakan, Yayasan Al Marhamah Tarakan, dan Enviro Strategic Indonesia untuk kepentingan diseminasi pengetahuan dan ketrampilan membatik.

Untuk pelatihan dan pendampingan, PEP Tarakan Field menggandeng Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan Industri dan Koperasi, dan Kelurahan Kampung Satu. Adapun Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Bapekraf, Pemerintahan Kota Tarakan, PT Telkom Indonesia Tbk dan Bank Indonesia (BI) dilibatkan dalam promosi dan pemasaran batik Kubedistik. Pada 2022, PEP Tarakan Field bersenergi dengan PT Askrindo dimana sebanyak 26 penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan asuransi jiwa.

Menurut Isrianto, pelaksanaan program Kubedistik sejak 2019 telah menghasilkan sejumlah manfaat dan pemcapaian. Berdasarkan sustanability compass, dari aspek lingkungan berupa 360 kg/tahun limbah bakau dimanfaatkan sebagai pewarna batik, 6.600 kg CO2e/tahun berupa berkurangnya emisi, 360 kg/tahun limbah sisa pewarnaan bakau diolah menjadi pupuk kompos oleh KSM Ramah Lingkungan.

Dari aspek ekonomi berupa pendapatan kelompok dari penjualan batik senilai Rp 143 juta per tahun, rata-rata pendapatan anggota kelompok dari produksi batik sebesar Rp 1,3 juta per bulan, serta efisiensi biaya pengelolaan lingkungan sekitar Rp 17,5 juta.

Perkembangan Kubedistik ini berdampak positif pada perkembangan Kota Tarakan. Kota ini ditabalkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu kota inklusif untuk penyandang disabilitas. Perekonomian juga ikut bergerak karena permintaan batik terus meningkat. Terutama sejak Pemerintah Kota Tarakan mulai tahun ini resmi mewajibkan ASN menggunakan Batik Tarakan yang salah satunya hasil karya Kubedistik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement