REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil visum Rumah Sakit (RS) Bhayangkara tak menemukan jejak sperma dari kelamin pada jenazah Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J). Fakta medis tersebut terungkap dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus pembunuhan Brigadir J yang sudah dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pekan lalu (18/10).
Disebutkan dalam dakwaan, hasil visum et repertum jenazah Brigadir J ditandatangani oleh ahli forensik dan medikolegal Dr Farah P Karaouw SpF , dan Dr Asri M Pralebda. Hasil visum tersebut diterbitkan RS Polri pada 14 Juli 2022, atau enam hari setelah Brigadir J dibunuh, Jumat (8/7) di Kompleks Polri Duren Tiga 46, Jaksel.
Dalam dakwaan disebutkan, hal lain-lain ahli forensik melakukan swab terhadap kelamin, dan anus jenazah Brigadir J. Didapatkan hasil tidak ditemukan adanya sel sperma maupun cairan mani. Demikian hasil visum yang disadur dari dakwaan JPU atas terdakwa Ferdy Sambo, Ahad (23/10).
Selain itu, hasil visum, dikatakan dakwaan juga tak ditemukan adanya bekas kekerasan terhadap anus Brigadir J.
Dari hasil visum yang juga diungkapkan dalam dakwaan, bahwa kematian Brigadir J, disebabkan karena luka tembak. Dalam hasil visum bernomor R/082/Sk.H/VII 2022/IKF itu, disebutkan adanya tujuh luka bekas tembak masuk pada jenazah Brigadir J. Pada kepala bagian belakang sisi kiri, dada sisi kanan, pergelangan tangan kiri sisi belakang, dan ruas jari manis tangan kiri sisi dalam, serta luka tembak keluar pada selaput kelopak bawa mata kanan, hidung. Kemudian, leher sisi kanan, lengan atas kanan sisi luar akibat senjata api.
Ditemukan juga patahnya tulang rahang bawah sisi kanan, memar, dan luka lecet pada pipi kanan, serta luka-luka terbuka pada jari kelingking, dan jati tengah, disertai patahnya tulang jari kelingking dan jari manis tangan kiri yang sesuai dengan pola perlukaan akibat lintasan dari anak peluru.
Dari hasil visum tersebut juga diterangkan adanya luka tembak masuk pada kepala bagian belakang sisi kiri yang menembus tengkorak, dan menimbulkan patah tulang-tulang tengkorak, dan tulang hidung, disertai robekan jaringan otak dan pendarahan dalam rongga kepala.
Luka tembak masuk pada dada sisi kanan menembus rongga dada, dan menimbulkan patahnya iga-iga, serta robekan-robekan pada otot sela iga, dan organ paru kanan, disertai pendarahan pada rongga dada kanan. Tim forensik juga menemukan adanya satu anak peluru yang bersarang di jaringan bawah kulit punggung sisi kanan, yang sesuai dengan pola saluran dari luka tembak masuk pada sisi kanan.
Sebab mati orang ini (Brigadir J), akibat luka tembak yang amsuk pada kepala bagian belakang sisi kiri yang menimbulkan kerusakan serta perdarahan jaringan otak. Serta luka tembak masuk pada dada sisi kanan yang merobek paru sehingga menimbulkan perdarahan hebat. Luka tembak masuk pada kepala dan dada, secara bersama-sama maupun tersendiri dapat menyebabkan kematian,” begitu dalam hasil visum tersebut.
Namun terkait hasil visum keluaran RS Bhayangkara tersebut sempat diragukan. Pada 27 Juli 2022, Polri bersama Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) melakukan ekshumasi atau autopsi ulang jenazah Brigadir J yang sudah dikebumikan di Muara Jambi. Autopsi ulang tersebut melibatkan 7 ahli forensik dan dilakukan di RSUD Sungai Bahar, Jambi. Dalam dakwaan JPU disebutkan hasil autopsi ulang juga menyebutkan kematian Brigadir J juga disebabkan oleh kekerasan dengan senjata api.
Baca Juga
Namun berbeda dari hasil visum pertama, pada autopsi ulang, tim bedah forensik cuma menemukan lima bekas luka tembak pada jenazah Brigadir J. Masing-masing di kepala bagian belakang sisi kiri, bibir bawah, puncak bahu kanan, dan ssi kanan, dan lengan bawah tangan kiri sisi belakang. Serta ditemukan empat luka keluar masing-masing, di puncak hidung sisi kanan, leher sisi kanan, lengan atas kanan, dan pergelengan tangan kiri sisi depan. “Sebab mati orang ini (Brigadir J) adalah akibat-akibat kekerasan senjata api di daerah dada yang telah menembus paru, dan kekersan senjata api pada bagian belakang,” begitu hasil autopsi ulang yang dikutip dari dakwaan.
Kasus pembunuhan Brigadir J disebut-sebut berkelindan dengan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. Itu mengacu pada hasil investigasi dan penyelidikan mandiri oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Komnas Perempuan. Namun dua komnas itu dalam kesimpulannya menegaskan, pembunuhan Brigadir J adalah praktik pelanggaran HAM berupa extra judicial killing. Namun pembunuhan tersebut terjadi atas latar belakang adanya kekerasan seksual berupa pemerkosaan yang terjadi di Magelang, Kamis (7/7).
Kasus tersebut sudah memasuki proses persidangan di PN Jaksel, sejak Senin (18/10). JPU mendakwa lima orang. Mereka di antaranya adalah Ferdy Sambo, dan isterinya Putri Candrawathi Sambo, serta pembantunya Kuat Maruf, juga dua ajudan, Bharada Richard Eliezer (RE), dan Bripka Ricky Rizal (RR). JPU mendakwa kelimanya dengan sangkaan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Sidang kelima terdakwa dilakukan terpisah untuk Bharada RE.
Itu karena status Bharada RE sebagai justice collaborator dan dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pekan ini, sidang lanjutan kasus tersebut sudah mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi untuk pembuktian. Namun, khusus sidang untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, majelis hakim akan membacakan putusan sela karena kedua terdakwa itu, pada sidang pekan lalu mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement