REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Puluhan orang tewas dalam serangan udara militer yang menghantam sebuah acara perayaan di negara bagian Kachin, Myanmar akhir pekan lalu. Insiden ini dilaporkan oleh media lokal dan organisasi internasional pada Senin (24/10/2022) waktu setempat.
"Para korban telah menghadiri sebuah acara termasuk konser yang diadakan oleh Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) untuk menandai ulang tahun ke-62 sayap politik kelompok itu," kata Organisasi Kemerdekaan Kachin mengutip juru bicara KIA Naw Bu, dilansir laman CNN, Selasa (25/10/2022).
Reuters dan The Irrawaddy melaporkan sekurangnya 50 orang tewas. Sementara junta militer yang berkuasa di Myanmar belum mengomentari serangan tersebut.
Sebuah organisasi komunitas Kachin yang berbasis di Washington DC, Aliansi Kachin, mengatakan seniman Kachin, tetua setempat, dan pemimpin KIO termasuk di antara mereka yang tewas. "Setelah pembantaian itu, keluarga-keluarga berebut untuk mendapatkan berita tentang orang yang mereka cintai karena pemadaman internet yang berkepanjangan di Hpakant," kata pernyataan itu.
“Kami juga prihatin mengetahui laporan pemblokiran akses medis kepada korban pembantaian," tambah mereka.
Myanmar dilanda konflik sejak junta militer merebut kekuasaan dalam kudeta Februari lalu. Kelompok hak asasi dan pengamat mengatakan sejak itu, kebebasan dan hak di negara telah memburuk. Ini ditandai dengan eksekusi negara telah kembali dan jumlah serangan kekerasan yang didokumentasikan oleh tentara di sekolah telah melonjak.
Banyak kelompok pemberontak bersenjata telah muncul. Sementara jutaan lainnya terus melawan kekuasaan junta melalui pemogokan, boikot, dan bentuk pembangkangan sipil lainnya. Serangan pada Ahad lalu ini menarik kecaman internasional.
PBB mengatakan prihatin atas laporan lebih dari 100 warga sipil yang terkena dampak. “Sementara PBB terus memverifikasi rincian serangan ini, kami menyampaikan belasungkawa terdalam kami kepada keluarga dan teman-teman dari semua orang yang terbunuh atau terluka. PBB menyerukan mereka yang terluka untuk mendapatkan perawatan medis segera, sesuai kebutuhan," kata PBB dalam sebuah pernyataan pada Senin.
Duta Besar Australia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Spanyol, Norwegia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat juga mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk serangan pada Senin. "Serangan ini menggarisbawahi tanggung jawab rezim militer atas krisis dan ketidakstabilan di Myanmar dan kawasan dan mengabaikan kewajibannya untuk melindungi warga sipil dan menghormati prinsip dan aturan hukum humaniter internasional," bunyi pernyataan bersama itu.