Rabu 26 Oct 2022 01:18 WIB

PM Baru Italia Memicu Perdebatan Gender dalam Bahasa

PM Italia memilih menyebut dirinya menggunakan gelar dalam bentuk maskulin.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri baru Italia Giorgia Meloni membunyikan bel menteri kabinet selama rapat kabinet pertamanya di kantor Perdana Menteri Istana Chigi, di Roma, Minggu, 23 Oktober 2022. Giorgia Meloni, 45, yang partai politiknya dengan akar neo-fasis memperoleh suara terbanyak di Pemilihan nasional Italia bulan lalu, mulai menjabat pada Minggu sebagai perdana menteri sayap kanan pertama di negara itu sejak akhir Perang Dunia II. Dia juga wanita pertama yang menjabat sebagai perdana menteri.
Foto: AP Photo/Andrew Medichini
Perdana Menteri baru Italia Giorgia Meloni membunyikan bel menteri kabinet selama rapat kabinet pertamanya di kantor Perdana Menteri Istana Chigi, di Roma, Minggu, 23 Oktober 2022. Giorgia Meloni, 45, yang partai politiknya dengan akar neo-fasis memperoleh suara terbanyak di Pemilihan nasional Italia bulan lalu, mulai menjabat pada Minggu sebagai perdana menteri sayap kanan pertama di negara itu sejak akhir Perang Dunia II. Dia juga wanita pertama yang menjabat sebagai perdana menteri.

REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Giorgia Meloni adalah perdana menteri perempuan pertama Italia. Hanya saja dia memilih untuk menyebut dirinya sendiri menggunakan bentuk maskulin dari gelar barunya sehingga memicu perdebatan tentang isu-isu pemberdayaan perempuan dan kebenaran politik.

Dalam bahasa Italia, nama dapat mengambil bentuk maskulin atau feminin dan gelar formal Meloni "Presidente del Consiglio" didahului oleh penunjukan maskulin "il", bukan feminin "la". Penggunaan ini tercantum dalam pernyataan pertama yang dikeluarkan oleh kantornya pada Ahad (23/10/2022). Sebuah surat dari Meloni yang dibacakan di parlemen melakukan hal yang sama pada Senin (24/10/2022).

Baca Juga

Sementara pelopor bagi perempuan dalam politik Italia, Meloni mengepalai partai sayap kanan dan tidak dikenal sebagai seorang feminis. Dia menentang kuota perempuan di ruang rapat dan parlemen dengan alasan bahwa perempuan harus naik ke atas melalui prestasi dan menunjuk hanya enam perempuan untuk 24 kabinetnya yang kuat pada 21 Oktober.

Pilihan penyebutan yang pasti dikritik oleh serikat pekerja utama di lembaga penyiaran negara RAI Usigrai serta oleh anggota parlemen kiri-moderat feminis dan mantan ketua Majelis Rendah Deputi Laura Boldrini. Tokoh itu selalu dikenal sebagai "la presidente" dalam peran itu.

Kebijakan gender perusahaan RAI, bentuk feminin harus digunakan kapan pun itu ada. "Karena itu tidak ada rekan kerja yang wajib menggunakan maskulin" untuk merujuk pada Meloni," kata Usigrai dalam sebuah pernyataan.

Boldrini mengaitkan pilihan bahasa perdana menteri dengan nama partainya, Brothers of Italy (FdI). "Perdana menteri perempuan pertama menggunakan nama maskulin ... Apakah menggunakan bentuk feminin terlalu berlebihan untuk pemimpin FdI, sebuah partai yang sudah menghilangkan Sisters dari namanya?" ujar Boldrini mdi Twitter.

Badan bahasa Italia Accademia della Crusca mengatakan, menggunakan feminin untuk posisi yang dipegang oleh perempuan adalah pilihan tata bahasa yang benar. Namun, presiden lembaga tersebut Claudio Marazzini kepada kantor berita Italia Adnkronos mengatakan, siapa pun yang lebih suka menggunakan bentuk maskulin tradisional, karena alasan ideologis atau generasi, memiliki hak untuk melakukannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement