Selasa 25 Oct 2022 16:46 WIB

Antisipasi Gangguan Ginjal Akut Anak, Kemenkes: Sakit Sedikit Jangan Langsung Minum Obat

Orang tua diminta mengedepankan penanganan non farmakologis terlebih dahulu.

Apoteker melayani warga membeli obat.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Apoteker melayani warga membeli obat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Kerja Transformasi Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes Yout Savithri menjelaskan kewaspadaan dini diperlukan bagi orang tua dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendeteksi gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). "Tetap kami mengimbau kepada masyarakat. Dan sekaligus, kalau sakit sedikit, jangan langsung minum obat, pilek sedikit minum obat," kata Yout dalam webinar medis 'Kewaspadaan dan Deteksi Dini Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak' di Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Jika mendapati anak demam, dia menekankan agar orang tua mengedepankan penanganan non-farmakologis terlebih dahulu pada anak selama di rumah dengan memastikan kecukupan kebutuhan cairan, melakukan kompres air hangat, dan memakaikan anak dengan pakaian tipis. Dia mengatakan, perjalanan penyakit GGAPA termasuk cepat penurunan kondisinya ke arah perburukan atau progresif. Dengan demikian, diperlukan kewaspadaan untuk memantau status kondisi anak.

Baca Juga

Yout mengimbau agar orang tua mewaspadai apabila anak, terutama berusia kurang dari 6 tahun, memiliki gejala penurunan volume atau frekuensi urine atau tidak ada urine, dengan atau tanpa demam/gejala prodormal lain. Jika kondisi tersebut ditemukan, maka segera dirujuk ke faskes terdekat.

"Penurunan cepat dari gangguan fungsi ataupun filtrasi dari ginjal, maka akan terjadinya peningkatan ureum dan kreatinin. Biasanya memang anak-anak kecil jarang pernah dijumpakan seperti ini dan kenyataannya dari pasien itu (GGAPA) memang tinggi sekali ureum kreatininnya sehingga terjadi gangguan fungsi ginjal," katanya.

Sementara bagi faskes, Yout mengatakan diharapkan faskes dapat melakukan pelaporan melalui link yang tersedia pada aplikasi RS Online dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). "Kami mengharapkan juga faskes, kami sudah launching RS Online. Silakan isi data-data status pada kondisi pasien untuk masuk ke RS Online sehingga kami bisa tarik data dan kebutuhan antidotum juga bisa kami siapkan untuk rumah sakit-rumah sakit yang bisa melayani kasus pasien anak dengan gangguan ginjal akut ini," katanya.

Yout juga meminta agar para tenaga kesehatan di faskes melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat apabila menemukan pasien yang diduga mengalami GGAPA. Faskes dapat meminta sampel obat sediaan cair sebelumnya yang dikonsumsi pasien kepada pihak keluarga. Selanjutnya, obat tersebut dapat dikirimkan ke laboratorium rujukan untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi gangguan ginjal akut.

"Sampelnya yang harus diperiksa. Pemeriksaan toksikologinya dengan urine ataupun darah," ujar Yout.

Selain itu, dia meminta agar Dinas Kesehatan setempat dapat berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) cabang untuk menyiapkan faskes di daerah, terutama kelas A dan B, untuk dapat merawat dan menangani pasien GGAPA dengan standar ketersediaan unit perawatan intensif anak (PICU) dan unit perawatan intensif neonatal (NICU).

Hingga kini, pemerintah mencatat terdapat 14 rumah sakit rujukan tertinggi kasus GGAPA yaitu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUD Dr. Soetomo, RSUP Dr. Kariadi, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Prof. Ngoerah, RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Saiful Anwar, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSAB Harapan Kita, RSUD Dr. Zainoel Abidin, RSUP Dr. M. Djamil, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, dan RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement