Selasa 25 Oct 2022 20:11 WIB

Khawatir Bahaya Etilen Glikol, Konsumen Pilih Air Kemasan Galon Polikarbonat   

Sejumlah warga lebih memilih air kemasan galon yang nihil unsur etilen glikol.

Red: Nashih Nashrullah
Air kemasan galon (ilustrasi). Sejumlah warga lebih memilih air kemasan galon yang nihil unsur etilen glikol
Foto: Istimewa
Air kemasan galon (ilustrasi). Sejumlah warga lebih memilih air kemasan galon yang nihil unsur etilen glikol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ramai isu cemaran etilen glikol pada sirop obat yang menyebabkan lebih dari 100 balita meninggal dunia akibat gagal ginjal akut, membuat konsumen lebih berhati hati dalam memilih makanan minuman dan obat dan memilih yang bebas etilen glikol. 

Dalam memilih air kemasan galon, beberapa konsumen menyatakan, mereka sekarang memilih kemasan galon polikarbonat yang bebas etilen glikol karena proses pembuatannya tidak menggunakan zat kimia etilen glikol. 

Baca Juga

Kepada wartawan, Selasa (25/10/2022) Deli Nawawi, konsumen yang sedang membeli air minum kemasan galon di Pasar Agung Depok, menyatakan kekhawatirannya dengan berita berita di media TV dan media sosial akan ancaman bahaya zat kimia etilen glikol yang diduga menyebabkan lebih dari 100 anak balita mengalami kematian gagal ginjal akut.  

“Saya jadi khawatir dalam memilih obat dan makanan untuk anak anak saya. Saya baca di media bahwa beberapa jenis kemasan plastik juga menggunakan zat kimia dalam proses pembuatannya sehingga saya kembali menggunakan air kemasan galon Polikarbonat (PC) yang menurut informasi bebas Etilen Glikol,” kata Deli. Kemarin saya sempat mencoba air galon kemasan Polyethylene terephthalate (PET) tapi saya kembali ke galon PC karena katanya ada Etilen glikol di kemasan plastik PET,” kata Deli menambahkan.

Ratih Hidayat, konsumen perempuan lain yang sedang membeli galon guna ulang di Pondok Kelapa, Jakarta Timur juga menyampaikan keresahan yang sama seputar zat kimia Etilen Glikol yang ternyata juga digunakan dalam proses pembuatan kemasan galon plastik. 

“Diskusi di whatsapp group keluarga saya ramai membicarakan isu etilen glikol ini. Berita mengenai permintaan Komnas Anak dan Anggota DPR agar BPOM juga mengawasi kemasan pangan yang berpotensi mengandung Etilen Glikol menjadikan keluarga kami khawatir karena BPOM sering terlambat mendeteksi bahaya zat kimia dalam obat dan makanan,” kata Ratih. “Untuk air minum keluarga, saya juga akhirnya kembali menggunakan kemasan Polikarbonat yang bebas Etilen Glikol,” ujar dia menambahkan.  

BPOM melalui Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan juga telah mengatur  terkait zat dan bahan kontak pangan yang aman.  

Menurut aturan ini, salah satu zat berbahaya yang ada dan harus dikontrol dalam kemasan Polyethylene terephthalate (PET) adalah senyawa Etilen Glikol dan Dietilen Glikol. Senyawa Etilen glikol digunakan dalam proses pembuatan plastik PET. 

Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan mengharuskan setiap orang yang melakukan produksi pangan dalam kemasan wajib menggunakan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia, dan bahan kontak pangan yang bersentuhan langsung dengan pangan wajib menggunakan zat kontak pangan yang aman dan memenuhi persyaratan batas migrasi. 

Untuk dapat menjamin kemasan pangan yang beredar dan yang digunakan aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia.

Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam

Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang mengandung bahan etilen glikol.  

“Terhadap kemasan pangan yang mengandung etilen glikol, karena itu bisa menyebabkan bahaya kesehatan pada anak-anak seperti yang terjadi di Gambia, BPOM perlu melakukan suatu kajian atau penelitian lagi untuk mengetahui kadar etilen glikol di dalam produknya,” ujarnya. 

Menurutnya, penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung etilen glikol ini sangat diperlukan meskipun sudah diberikan izin edar mengingat terus berkembangnya ilmu pengetahuan.  

“Data-data empiris harus dilakukan termasuk penyebab anak-anak kita yang tengah mengalami gangguan penyakit ginjal akut. Jadi, saya kira hal-hal yang menyangkut itu tidak salah BPOM melakukan satu kajian yang melibatkan peneliti dari universitas yang sangat berkompeten,” ujar dia.          

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement