Rabu 26 Oct 2022 07:51 WIB

Kasus Gagal Ginjal, HMI Jabodetabek: Tugas BPOM dan Kemenkes Ngapain?

HMI Jabodetabek kritik lambannya Kemenkes dan BPOM sikapi kasus gagal ginjal

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
ilustrasi Penyakit Gagal Ginjal. HMI Jabodetabek kritik lambannya Kemenkes dan BPOM sikapi kasus gagal ginjal
Foto: . EPA / ANGELIKA WARMUTH
ilustrasi Penyakit Gagal Ginjal. HMI Jabodetabek kritik lambannya Kemenkes dan BPOM sikapi kasus gagal ginjal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jabodetabek-Banten angkat bicara terkait maraknya kasus gagal ginjal akut anak. Mengutip data yang dihimpun Menteri Kesehatan, sudah ada 241 kasus gagal ginjal akut pada anak dengan korban jiwa mencapai 133 orang.

"Kasus kesehatan ini menjadi penting untuk kita waspadai karena sudah banyak yang terpapar dan bahkan mengalami terjatuhnya korban jiwa, akibat keteledoran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ini perlu ada penanganan secara cepat agar penyakit gagal ginjal ini tidak lagi memakan korban," ujar Wasekum Bidang Demokrasi, Pemerintahan dan Politik, Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jabodetabek-Banten, Muhammad Faqih, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (26/10/2022).  

Baca Juga

Dia pun mempertanyakan kinerja Menkes dan BPOM dalam menerbitkan obat yang tidak layak pakai. 

"Ada yang aneh pada Kemenkes dan BPOM, mengapa baru-baru ini menerbitkan obat yang tidak layak pakai? Mestinya jauh-jauh hari obat yang tidak layak pakai diterbitkan. Kedua, obat hasil impor ini mestinya diuji dulu kelayakannya, sebelum didistribusikan, mengapa baru mau diuji sesudah banyak memakan korban?," ucap Faqih. 

"Ketiga saya juga mempertanyakan PT Indofarma (Persero) Tbk  Ini kan yang membuat obat Parasetamol berjenis sirup dan sekarang baru berhenti sejak ada intruksi langsung dari menteri, ini kan aneh mulai dari Menteri, BPOM dan PT Indofarma, seperti ada bisnis didalamnya," kata dia. 

Selain itu, Faqih juga meminta kepada Menkes untuk belajar dari kasus Covid-19. "Mestinya pasca-Covid-19 kemarin Kemenkes harus tetap waspada dan banyak belajar agar tidak ada lagi segala jenis penyakit yang datang dan obat-obatan yang layak dikonsumsi dan diperjualbelikan, ini sudah cukup lama sejak 2 September lalu, penyakit ini beredar kok malah diam aja, emang Kemenkes kerjanya ngapain saja?," jelas Faqih. 

Diketahui bahwa obat-obatan berjenis Unibebi Cough Syrup 60 ml yang kini ditarik peredarannya karena kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas aman. 

"Ini kan aneh, sudah tahu obat itu tidak layak pakai, tetap diberikan kepada orang yang sakit, ini dokter yang tidak paham atau emang sengaja diberikan kepada pasien agar obat tersebut terjual habis?," ungkapnya.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement