Rabu 26 Oct 2022 08:20 WIB

PBB Minta Malaysia Setop Deportasi Para Pencari Suaka Myanmar

Ratusan pencari suaka Myanmar dipulangkan kembali di luar kehendak mereka.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Imigran Etnis Rohingya asal Myanmar memperlihatkan sertifikat pencari suaka di tempat penampungan sementara Desa Bayeun, Kecamatan Rantoe Seulamat, Aceh Timur, Aceh, Senin (22/6). Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengutarakan keprihatinan atas berlanjutnya aksi deportasi oleh Malaysia terhadap para pencari suaka dari Myanmar.
Foto: Antara/Syifa
Imigran Etnis Rohingya asal Myanmar memperlihatkan sertifikat pencari suaka di tempat penampungan sementara Desa Bayeun, Kecamatan Rantoe Seulamat, Aceh Timur, Aceh, Senin (22/6). Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengutarakan keprihatinan atas berlanjutnya aksi deportasi oleh Malaysia terhadap para pencari suaka dari Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengutarakan keprihatinan atas berlanjutnya aksi deportasi oleh Malaysia terhadap para pencari suaka dari Myanmar. UNHCR mengaku sudah menerima beberapa laporan yang “mengganggu” terkait pemulangan paksa para pengungsi dan pencari suaka oleh otoritas Negeri Jiran sejak April.

UNHCR mengungkapkan, dalam dua bulan terakhir, ratusan warga Myanmar yang mencari suaka ke Malaysia dilaporkan telah dipulangkan kembali di luar kehendak mereka. “UNHCR terus meminta Malaysia untuk segera menghentikan pemulangan paksa warga negara Myanmar yang mencari keselamatan dari bahaya serius. Mengirim mereka kembali ke Myanmar menghadapkan mereka pada bahaya dan bahaya,” kata juru bicara UNHCR Shabia Mantoo kepada awak media di Jenewa, Swiss, Selasa (25/10/2022).

Baca Juga

Mantoo menekankan, orang-orang yang melarikan diri dari Myanmar harus diberi akses ke wilayah untuk mencari suaka dan dilindungi dari refoulement  (penolakan atau pengusiran ke negara asal mereka). “Warga negara Myanmar yang sudah berada di luar negeri tidak boleh dipaksa untuk kembali ketika mencari perlindungan internasional,” ucapnya.

Ia menjelaskan, situasi di Myanmar memaksa orang-orang mengungsi untuk mencari keselamatan di dalam negeri dan melintasi perbatasan. UNHCR mengimbau pihak berwenang Malaysia untuk mematuhi kewajiban hukum internasional mereka dan memastikan penghormatan penuh terhadap hak-hak orang yang membutuhkan perlindungan internasional,” kata Mantoo.

Mantoo menyerukan negara-negara di kawasan untuk terus menawarkan perlindungan kepada warga negara Myanmar yang melarikan diri. “Ini juga termasuk mengakhiri praktik penahanan tanpa batas waktu terhadap pencari suaka dan pengungsi dari Myanmar,” ucapnya.

Myanmar dilanda krisis politik dan sosial sejak militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada Februari tahun lalu. Kudeta tersebut memicu gelombang demonstrasi besar-besaran dari warga yang menolak. Namun militer merespons demonstrasi itu dengan represif dan brutal.  

Hampir 2.300 warga sipil yang berpartisipasi dalam demonstrasi menentang kudeta tewas di tangan tentara-tentara- tentara Myanmar. Para menteri luar negeri dari negara anggota ASEAN berencana menggelar pertemuan darurat untuk membahas situasi Myanmar. Pertemuan itu diagendakan dilaksanakan sebelum KTT ASEAN pada November. 

ASEAN sebenarnya sudah berusaha untuk terlibat dan membantu mengatasi krisis di Myanmar. Namun upaya tersebut masih belum membuahkan hasil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement