Rabu 26 Oct 2022 15:57 WIB

16 Anak dari 41 Pasien Gagal Ginjal Akut di Jabar Meninggal Dunia

Penyebaran kasus dapat hampir merata di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nur Aini
Sejumlah pedagang menutup dengan kain lemari yang menyimpan obat sirup di apotek usai inspeksi mendadak (sidak) di Bekasi, Jawa Barat, Senin (24/10/2022). Sidak tersebut untuk mengawasi peredaran obat-obatan dalam bentuk cair/sirup yang mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glukol berbahaya yang berdampak terhadap penyakit gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak-anak.
Foto: ANTARA/ Fakhri Hermansyah
Sejumlah pedagang menutup dengan kain lemari yang menyimpan obat sirup di apotek usai inspeksi mendadak (sidak) di Bekasi, Jawa Barat, Senin (24/10/2022). Sidak tersebut untuk mengawasi peredaran obat-obatan dalam bentuk cair/sirup yang mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glukol berbahaya yang berdampak terhadap penyakit gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak-anak.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana Dewi mengatakan, kasus Acute Kidney Injury Unknown Origin (AKIUO) atau kasus gagal ginjal akut misterius di Jawa Barat terus menunjukkan kenaikan, begitu juga dengan angka pasien meninggal dunia. Dia mengatakan dari total 41 kasus, 16 di antaranya meninggal dunia.  

“(Tren kasus) Naik, jadi beberapa hari lalu kan 33 kasus, lalu 35, sekarang 41, jadi memang terus naik dan harus tetap waspada,” kata Nina saat ditemui di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Kota Bandung, Rabu (26/10/2022). 

Baca Juga

Dia mengatakan, mayoritas pasien AKIUO atau gagal ginjal akut menjalani perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, tetapi penyebaran kasus dapat dibilang merata di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Nina juga menegaskan bahwa Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah berencana membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penangan Gagal Ginjal Akut di tingkat provinsi. 

“Tapi sekarang IDAI sudah ada Satgas sendiri, jadi kita sedang tunggu koordinasinya,” kata Nina, seraya menerangkan bahwa Pemprov Jabar melalui Dinas Kesehatan terus melakukan koordinasi dengan seluruh kota/kabupaten di Jawa Barat terkait perkembangan kasus gagal ginjal akut ini. 

Sementara itu, Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin Yana Akhmad mengatakan, saat ini hanya tersisa satu pasien gagal ginjal akut yang masih menjalani perawatan di RSHS. Dia mengatakan, dari total 12 pasien yang ditangani, 50 persen lebih di antaranya meninggal dunia. 

“Alhamdulillah hingga hari ini belum ada kasus baru, laporan masih sama, pekan lalu ada tiga, satu bisa pulang dan satu meninggal dan satu masih ditangani, itu dari total 12, jadi yang meninggal 8,” kata Yana saat ditemui di RSHS, Rabu (26/10/2022). 

Dia mengatakan saat ini RSHS tengah berupayakan pengadaan antidotum, obat untuk melawan reaksi keracunan, untuk penanganan pasien gagal ginjal akut. Yana juga menegaskan telah dilakukannya pengajuan pengadaan  obat antidotum Fomepizole injeksi untuk pengobatan pasien gagal ginjal akut progresif atipikal dari Singapura.

“Kami sudah menyampaikan, sudah kami minta obatnya tapi belum, mudah-mudahan dapat segera (tiba),” ujarnya.  

Sementara itu, di DKI Jakarta, terdata sebanyak 111 kasus terduga gagal ginjal akut. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, data itu didapatkan setelah Pemprov DKI Jakarta menyisir semua rumah sakit di DKI atas instruksi Kementerian Kesehatan pada 1 Agustus 2022 lalu.

Ngabila mengatakan, dari 111 kasus itu, hanya sekitar 72 pasien (65 persen) yang tinggal di Jakarta. Menurutnya, kasus yang ada di DKI umunya berasal dari Jawa Barat sekitar 22 pasien (20 persen) Banten 15 kasus (13 persen) sisanya dari Jawa Timur dan Riau. Tempat perawatan mayoritas yang digunakan, kata dia, ada di RS Vertikal sekitar 84 atau 80 persen kasus.

Dari kasus tersebut sekitar 56 orang atau 50 persen, meninggal dunia. Sementara pasien dalam perawatan 23 ada kasus atau 21 persen dan sudah sembuh sekitar 32 orang atau 29 persen.

“Dinkes DKI memastikan tidak ada data ganda pencatatan,” ujar dia.

Menurut Ngabila, dari 33 kasus atau 30 persen kasus gangguan ginjal akut diderita anak usia 5-18 tahun. Jumlah itu, belum termasuk delapan kasus atau tujuh persen usia empat tahun.

“Sembilan kasus atau delapan persen usia tiga tahun,” ucapnya.

Pasien anak usia dua tahun, ada 12 kasus dengan persentase 11 persen. Sedangkan usia satu tahun terdiri atas 26 kasus atau 23 persen dan usia nol tahun ada 23 kasus atau 21 persen.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement