Serikat Pekerja Yogyakarta Perjuangkan Upah Minimum 2023 Sesuai KHL
Red: Fernan Rahadi
Serikat pekerja menggelar aksi menuntut kenaikan UMK (ilustrasi). | Foto: Antara/Reno Esnir
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Yogyakarta memperjuangkan penetapan upah minimum kota tahun 2023 sesuai dengan hasil survei kebutuhan hidup layak atau KHL.
"Sudah ada survei yang dilakukan dan nilai KHL mencapai hampir dua kali lipat dibanding nilai upah minimum tahun ini," kata Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta Deenta Julliant Sukma di Yogyakarta, Rabu (26/10/2022).
KSPSI telah melakukan survei sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Hasil survei menunjukkan nilai kebutuhan hidup layak di Kota Yogyakarta sebesar Rp 4,2 juta per bulan, lebih tinggi dibandingkan dengan nilai upah minimum kota yang tahun ini ditetapkan Rp 2.153.970 per bulan.
Deenta mengemukakan, jika pemerintah kota tetap menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan nilai upah minimum, maka dikhawatirkan upah yang ditetapkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja di Kota Yogyakarta.
"Survei ini menunjukkan kondisi di lapangan yang sebenarnya. Harga barang dan jasa mengalami kenaikan yang signifikan, terlebih setelah adanya kenaikan harga bahan bakar minyak," katanya.
Ia menjelaskan bahwa menurut hasil survei harga sewa perumahan termasuk penyumbang signifikan kenaikan nilai kebutuhan hidup layak di Kota Yogyakarta.
"Kami menghitung kebutuhan perumahan ini dalam bentuk rumah kontrakan, bukan hanya kamar kost atau pondokan karena dalam item survei disebutkan minimal tiga titik lampu," katanya.
Harga sewa rumah kontrakan sederhana di Yogyakarta mencapai sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta per bulan.
Sedangkan komponen biaya lain yang disurvei seperti fasilitas listrik, air, dan bahan pokok hampir sama nilainya dengan daerah lain di sekitar Kota Yogyakarta.
Deenta mengatakan bahwa KSPSI akan menolak jika pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagai dasar penetapan upah minimum 2023.
"Secara politik, kami akan menolak dan berusaha memperjuangkan aspirasi ini melalui serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan maupun melalui lembaga legislatif," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Kesejahteraan Hubungan Industrial Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Rihari Wulandari menjelaskanbahwa penghitungan upah minimum kota berdasarkan PP Nomor 36/2021 akan dilakukan dengan memperhatikan indikator seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta variabel lain seperti konsumsi rata-rata keluarga dan jumlah pekerja dalam satu keluarga.
"Penghitungan akan lebih rigid (kaku) sesuai rumus yang sudah ditetapkan. Tinggal memasukkan angka-angkanya saja sesuai hasil survei BPS," katanya, menambahkan, penetapan upah minimum pada 2023 tidak akan mempertimbangkan hasil survei kebutuhan hidup layak.