REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), Mursyid Bustami mengatakan, di Indonesia penyebab utama kematian didominasi oleh penyakit strok. Hal itu berbeda dengan penyebab kematian tertinggi di dunia yang disebabkan oleh penyakit jantung.
“Artinya, banyak yang masih perlu kita perbaiki dalam penanganan pasien-pasien supaya terhindar dari kematian,” kata Mursyid saat ditemui di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Kota Bandung, Rabu (26/10/2022).
Dikutip dari keterangan Kementerian Kesehatan, jika dilihat dari jenisnya, penyakit strok disebabkan oleh dua faktor, yaitu strok isemik (penyumbatan) dan strok hemoragik (pendarahan). Strok Isemik memiliki dua jenis, yaitu strok emboli yang disebabkan pembekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam jantung atau pembuluh arteri besar yang terangkut menuju otak dan strok trombotik yang disebabkan pembekuan darah yang terbentuk di dalam pembuluh arteri yang menyuplai daerah ke otak.
Sedangkan strok hemoragik biasanya terjadi dalam dua kasus, yaitu pendarahan intraserebral atau pecahnya pembuluh darah dan masuknya darah ke dalam jaringan yang menyebabkan matinya sel-sel otak, sehingga berdampak pada terhentinya fungsi kerja otak. Biasanya pendarahan intraserebral disebabkan oleh penyakit hipertensi.
Jenis lainnya adalah pendarahan subarachnoid atau pecahnya pembuluh darah yang berdekatan dengan permukaan otak dan tulang tengkorak. Penyebab terjadinya pendarahan subarachnoid bisa bermacam-macam, namun biasanya disebabkan oleh pecahnya aneurisma.
Mursyid mengatakan, kasus strok isemik (penyumbatan) masih lebih dominan dibanding strok hemoragik (pendarahan). Meski begitu, jika dilihat dari sisi fatalitasnya, strok hemoragik memiliki tingkat fatalitas lebih tinggi dibanding yang disebabkan oleh penyumbatan.
“Memang penyumbatan masih mendominasi, sekitar 70-80 persen, tapi strok pendarahan juga cukup tinggi, 20-30 persen,” kata dia.
Menurut dia, strok pendarahan itu tidak bisa diulur penanganannya. Karena itu, perlu ada kemampuan penanganan di RS setempat.
Upaya yang perlu dilakukan untuk menekan angka kematian adalah dengan pengoptimalan fasilitas layanan kesehatan di rumah sakit daerah. Idealnya, kata dia, setiap wilayah perlu memiliki rumah sakit yang mampu menyediakan pelayanan penanganan kasus strok, baik dengan penanganan mode klipping maupun coiling.
“Makanya kita targetkan 50 persen dari RS di daerah bisa menangani penyakit ini, minimal rumah sakit di level madya,” kata dia.