REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbkmasih mengkaji kenaikan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit usai peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang hingga saat ini sudah sebesar 125 basis poin (bps).
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengungkapkan pihaknya melihat adanya potensi untuk menaikkan suku bunga kredit, khususnya terkait dengan beberapa debitur yang menggunakan suku bunga referensi (reference rate).
"Namun ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan pada saat kami akan melakukan langkah tersebut," ungkap Sigit dalam Konferensi Pers Paparan Kinerja Kuartal III 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Lebih lanjut, kata dia, hal yang perlu dipertimbangkan antara lain kesehatan keuangan debitur, yang pada akhirnya bisa berdampak kepada kualitas kredit, serta tingkat permintaan dari kredit di pasar.
Dalam jangka pendek, kata dia, sebagian dari bunga kredit Bank Mandiri, terutama pada segmen wholesale atau korporasi, akan mengikuti tren kenaikan suku bunga acuan, seperti London Interbank Offered Rate (LIBOR) dan Secured Overnight Financing Rate (SOFR).
Sementara suku bunga yang bersifat tetap atau fixed tidak akan terlalu sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan BI. Di sisi lain, lanjutnya, untuk suku bunga DPK atau simpanan, pihaknya terus memantau kondisi likuiditas di pasar untuk selanjutnya dilakukan penentuan strategi pricing di DPK tersebut.
"Namun hingga saat ini kondisi rasio kredit terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Mandiri masih relatif baik yakni secara bank only masih di level 83 persen," kata Sigit.
Oleh karena itu ia menilai kondisi LDR yang baik tersebut masih memberikan ruang dalam pengendalian kenaikan suku bunga DPK perseroan.