REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB mengatakan, jika negara-negara memenuhi komitmen iklim saat ini, emisi gas rumah kaca global akan meningkat 10,6 persen pada 2030 dibandingkan dengan tingkat 2010. Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB Simon Stiell bahkan menyinggung Indonesia sebagai negara penghasil emisi besar.
Stiell menyoroti negara-negara penghasil emisi besar seperti Indonesia dan India, bersamaan dengan Bolivia, Vanuatu, dan Uganda. Bahkan, dia menyatakan, di Indonesia sebagian besar emisi berasal dari deforestasi dan pembukaan lahan gambut.
Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia telah menaikkan target pengurangan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri pada 2030. sedangkan dengan dukungan internasional, Indonesia menargetkan hingga 43,2 persen dengan dari target sebelumnya 40 persen pada 2030.
Dengan para pemimpin dunia diperkirakan akan berkumpul di Sharm el-Sheikh di Mesir untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP27 mulai 6 November, para ahli mengatakan, lebih banyak tindakan sangat dibutuhkan dalam pengurangan emisi global. "Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Glasgow tahun lalu, semua negara sepakat untuk meninjau kembali dan memperkuat rencana iklim mereka," kata Stiell.
Secara global, janji yang tidak memadai menempatkan dunia pada jalur pemanasan sebesar 2,5 celcius pada 2100. Pengurangan 43 persen emisi pada 2030 diperlukan untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 Celcius di atas suhu pra-industri.
"Fakta bahwa hanya 24 rencana iklim baru atau yang diperbarui yang diajukan sejak COP26 mengecewakan," ujar Stiell.
Tapi, peningkatan emisi sebesar 10,6 persen menunjukkan sedikit kemajuan. Penilaian PBB tahun lalu menemukan, negara-negara berada di jalur untuk menaikkan emisi sebesar 13,7 persen pada 2030.