REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji menilai ancaman hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), Benny Tjokrosaputro sudah tepat. Tuntutan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi, menurutnya akan mampu memberikan efek jera.
“Tuntutan (hukuman mati) itu sudah benar, karena ada hukuman mati untuk koruptor, supaya menimbulkan efek jera,” kata Suparji, Kamis (27/10).
Menurut Suparji, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Asabri telah memberikan tuntutan yang progresif dan profesional atas tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, Benny Tjokrosaputro.
Pelaku tindak pidana korupsi yang telah merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun itu memang layak mendapatkan tuntutan hukuman mati. Hanya saja kata dia, putusan adalah hak prerogatif Hakim.
“Jaksa telah menuntut secara progresif dan profesional tapi putusan ada di majelis hakim,” ujarnya.
Termasuk kata dia, mengenai putusan seumur hidup Benny Tjokro pada kasus korupsi Jiwasraya sebelumnya, menurutnya hal ini pun kewenangan hakim. Namun dia percaya, majelis hakim akan mempertimbangkan hukuman yang berat bagi pelaku korupsi.
“(Dituntut mati) ya bisa karena ada tuntutan dan dasar hukumnya. Dengan adanya dua hukuman, nanti dipertimbangkan eksekusi,” jelasnya
Sekali lagi, Suparji amat sangat mendukung pelaku-pelaku tindak pidana korupsi ini agar mendapatkan vonis hukuman mati.
Selain untuk memberantas praktik-praktik korupsi, menurutnya hukuman mati sangat pas bila sungguh-sungguh ingin membuat jera para pelaku korupsi. “Memang belum bisa diukur karena belum ada vonis mati tapi bisa memberi ketakutan orang yang akan korupsi,” tegasnya.