REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Iblis senantiasa melancarkan tipu daya dan mengajak manusia pada kehancuran. Bahkan tipu dayanya akan semakin menguat pada orang awam, termasuk dalam hal mengikuti tradisi yang berseberangan dengan syariat.
Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi dengan pentahqiq Syekh Ali Hasan al-Halabi, Iblis mentalbis sebagian besar kalangan awam dengan mengikuti tradisi yang berseberangan dengan syariat. Inilah faktor yang paling sering membuat mereka binasa.
Salah satunya yaitu sikap mereka yang mengikuti para leluhur dan para pendahulu di dalam meyakini tradisi yang turun-temurun dipraktikkan.
Hingga ada di antaranya yang hidup selama 50 tahun dan mengikuti tradisi ayahnya, tanpa pernah dia berpikir atau memandang apakah tradisi tersebut benar atau salah.
Sebagaimana kaum Yahudi, Nasrani, dan jahiliyah yang mengikuti para pendahulu mereka masing-masing. Sama halnya dengan kaum Muslim, mereka mengerjakan sholat dan beribadah sesuai tradisi.
Ada yang mengerjakan sholat bertahun-tahun lamanya dengan cara seperti yang dia lihat dilakukan orang-orang.
Jadi amat mungkin dia tidak fasih membaca Al-Fatihah dengan sempurna, dan dia tidak tahu kewajiban-kewajiban di dalam sholat.
Tidak mudah untuk orang seperti ini mengetahui semua ketentuan itu karena sikap menyepelekan agama ini. Padahal, pada waktu yang bersangkutan ingin berdagang ke suatu negeri, niscaya dia bertanya ke sana-kemari sebelum bepergian tentang barang apa yang laris dan populer di negeri tersebut.
Sebagian dari orang awam ada yang melakukan rukuk atau bersujud sebelum imam rukuk atau sujud.
Ada sekelompok orang yang mengucap salam saat imam mengucap salam, padahal mereka belum selesai dari bacaan tasyahud yang wajib baginya. Ada pula seseorang yang meninggalkan sholat fardhu, tetapi justru malah menambah sholat nafilah (sunnah).
Terkait jual beli kalangan awam, banyak transaksinya yang tidak sah. Mereka tidak berusaha memahami hukum syariat dalam jual beli, dan begitu mudahnya salah seorang dari mereka mengikuti rukhshah ataupun keringanan yang dikemukakan seorang faqih (ulama), supaya mereka bebas masuk atau mengambil hukum syariat sesuai keinginan.
Setiap kali mereka menjual sesuatu, pasti ada saja unsur penipuan di dalamnya dan cacat yang terselubung.
Salah satu kebiasaan mereka terkait taat adat adalah memperlambat sholat wajib di bulan Ramadhan, berbuka dengan makanan haram, dan menggunjing orang.
Kebiasaan selainnya dari orang-orang yang senantiasa mengikuti adat ialah mengandalkan perkataan dukun, ahli nujum, dan peramal.
Tradisi seperti ini sudah tersebar luas di tengah masyarakat serta terus dijalani oleh orang besar sehingga jarang sekali Anda melihat seseorang dari mereka yang bepergian, memotong pakaian, dan berbekam tanpa ada terlebih dahulu berkonsultasi di depan ahli nujum lantas mengikuti kata-katanya.
Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam
Di rumah mereka pun pasti ada kalender dari peramal, namun belum tentu ada mushaf di sana. Disebutkan dalam kitab Shahih (HR Bukhari dan Muslim) dari Nabi ﷺ, bahwa beliau ditanya mengenai para dukun. Beliau pun menjawab, “Mereka bukan apa-apa.”
Para Sahabat lantas menanyakan, “Wahai Rasulullah, kadang mereka berkata ihwal sesuatu, lalu perkataan tersebut benar-benar menjadi kenyataan.” Maka beliau bersabda:
تِلكَ الكَلِمَةُ مِنَ الحق يَخْطَفُهَا الجِنِّيُّ، فَيَقُرُهَا في أُذُنِ وَلِيِّهِ نَقْرَ الدَّجَاجَةِ، فَيَخْلِطُونَ فِيهَا أَكْثَرَ مِن مِئَةِ كَذْبَةٍ
“Perkataan itu berasal dari kebenaran yang dicuri dengar oleh jin, lalu ia patokkan ke telinga pengikutnya layaknya patokan ayam, lantas mereka campurkan lebih dari seratus kebohongan padanya.” Disebutkan dalam Shahih Muslim, Nabi ﷺ bersabda:
من أتَى عرَّافًا فسأله عن شيء، لم تُقْبَلْ له صلاةٌ أربعينَ لَيْلَةً “Siapa yang mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya mengenai suatu perkara, maka shalatnya selama 40 malam tidak akan diterima.”