Jumat 28 Oct 2022 15:31 WIB

NFA Yakin Harga Bapok di RI Bakal Stabil Setelah Punya Cadangan Pangan

NFA sebut Pemerintah mudah lakukan intevensi bila miliki cadangan pangan kuat

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja membongkar muat karung berisi beras di gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh. Badan Pangan Nasional (NFA) meyakini harga pangan pokok nasional bakal lebih stabil setelah Indonesia memiliki cadangan pangan pemerintah (CPP) untuk 11 komoditas. Dengan cadangan yang ada, intervensi harga dapat lebih kuat ketika terjadi gejolak harga maupun pasokan.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Pekerja membongkar muat karung berisi beras di gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh. Badan Pangan Nasional (NFA) meyakini harga pangan pokok nasional bakal lebih stabil setelah Indonesia memiliki cadangan pangan pemerintah (CPP) untuk 11 komoditas. Dengan cadangan yang ada, intervensi harga dapat lebih kuat ketika terjadi gejolak harga maupun pasokan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) meyakini harga pangan pokok nasional bakal lebih stabil setelah Indonesia memiliki cadangan pangan pemerintah (CPP) untuk 11 komoditas. Dengan cadangan yang ada, intervensi harga dapat lebih kuat ketika terjadi gejolak harga maupun pasokan.

"Dengan memiliki cadangan pangan yang kuat, pemerintah bisa melakukan intervensi untuk mengatasi kekurangan pangan dan gejolak harga serta antisipasi kondisi unpredictable," kata Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, dalam pernyataan tertulisnya diterima Republika.co.id, Jumat (28/10/2022).

Ia menuturkan, Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 yang menjadi dasar hukum pengadaan CPP menjadi wujud pemerintah untuk melindungi ekosistem pangan dari hulu hingga ke hilir. Pemerintah juga akan memberi kepastian harga di tingkat produsen agar tetap berproduksi dan kepastian harga di konsumen dapat terjamin.

"CPP juga dapat dioptimalkan untuk menanggulangi kebutuhan pangan apabila terjadi bencana alam, bencana sosial, dan kedaruratan lainnya, serta bantuan pangan luar negeri,” ujarnya menambahkan.

Terdapat 11 komoditas pangan pokok tertentu meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan yang akan memiliki CPP. Penyelenggaraan CPP tersebut dilakukan secara bertahap, di mana pada tahap awal akan difokuskan pada komoditas beras, jagung, dan kedelai.

“Sembilan dari sebelas komoditas yang ditetapkan sebagai CPP merupakan komoditas strategis yang saat ini telah dikelola oleh NFA. Ada penambahan dua komoditas strategis, yaitu minyak goreng dan ikan," kata dia.

Lebih lanjut, berdasarkan Perpres tersebut, NFA akan berperan sebagai penyelenggara CPP dengan menetapkan jumlah setiap komoditas berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga.

Penetapan jumlah akan  mempertimbangkan produksi nasional, kondisi kedaruratan dan rawan pangan, kondisi fluktuasi harga, perjanjian kerja sama bantuan pangan internasional, dan angka kecukupan gizi yang dianjurkan.

“Penetapan jumlah CPP dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun. Selain itu, NFA juga berperan menetapkan standar mutu masing-masing komoditas tersebut, target sasaran penyaluran, dan target pengadaan CPP,” ujarnya.

Adapun dari sisi Pengadaan, Arief menjamin pengadaan CPP akan menggunakan produksi dalam negeri. Pembelian akan dilakukan oleh Bulog dan BUMN Pangan dengan mengacu kepada Harga Acuan Pembelian (HAP) atau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan NFA.

“Apabila harga komoditas di bawah HAP atau HPP maka pembelikan dilakukan mengacu pada HAP dan HPP, sedangkan apabila sebaliknya akan diberikan fleksibilitas harga dengan jangka waktu tertentu," ujarnya,

Arief mengatakan, sebagai percepatan implementasi pengadaan CPP, NFA secara paralel akan terus koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan sektor pangan agar aturan teknis dapat segera disiapkan. Sehingga, Perpres dapat mulai diimplementasikan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement