Jumat 28 Oct 2022 15:48 WIB

Pelesetan Yaowo, Astajim, Samlekom, Apakah Lecehkan Agama? Ini Kata Ketua MUI

Yaowo, astajim, samlekom, jika yang dimaksud kalimat thayyibah, haruslah dijaga

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Lafadz Allah. Yaowo, astajim, samlekom, jika yang dimaksud kalimat thayyibah, haruslah dijaga pengucapannya.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Lafadz Allah. Yaowo, astajim, samlekom, jika yang dimaksud kalimat thayyibah, haruslah dijaga pengucapannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan bahasa gaul terkadang membuat kita harus lebih berhati-hati dalam bertutur kata. Sebab, beberapa kalimat thayyibah berbahasa Arab yang dipelesetkan dan dijadikan bercanda bisa termasuk melecehkan agama. 

Di antara kata yang sering digunakan anak muda dalam obrolan sehari-hari adalah “astaghfirullahaladzim” yang dipelesetkan menjadi “astajim”, “assalamualaikum” menjadi “samlekom,” atau ya Allah menjadi “Yaowo.”

Baca Juga

Pelesetan kata juga terlihat dalam salah satu iklan dari e-commerce Blibli yang menyebutkan “Samlekom.” 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan, Prof Utang Ranuwijaya, mengatakan kata-kata seperti itu termasuk dalam kategori melecehkan agama. 

“Menurut hemat saya termasuk melecehkan agama karena mengucapkan atau melafalkan kata-kata yang terkait dengan pokok ajaran agama yang sangat fundamental. Terlebih menyangkut akidah dan syariah,” kata Utang kepada Republika.co.id, Jumat (28/10/2022).

Kata "Yaowo" sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata Ya Allah. Jika kata “Yaowo” itu dimaksudkan untuk memanggil atau menyebutkan kata Ya Allah, itu kata dia sudah menyalahi dari cara pengucapan berdasarkan bunyi kata atau bentuk transliterasi dari bahasa Arabnya.

Hal ini juga terlihat dengan kata “astajim” yang dimaksud dengan astaghfirullahaladzim yang sama sekali tidak menunjukkan kata istighfar. 

Utang menyebut agar kata yang diucapkan sesuai dengan apa yang dimaksud, dalam pengucapannya harus sesuai lafadz aslinya. Sebab, dalam pengucapan bahasa arab, salah menyebut satu huruf saja bisa berubah arti dari apa yang dimaksudkan.

“Bagi yang sudah terlanjur mengucapkan kata-kata seperti itu, sebaiknya segera beristighfar memohon ampun dan tidak mengulanginya lagi,” ujar dia.

Menurut dia, dalam bahasa gaul, khususnya yang tren di kalangan generasi milenial, kerap kali kata plesetan digunakan untuk sekadar bercanda sehingga dalam pergaulannya merasa ada sesuatu yang nyeleneh dan aneh. 

Jika kata-kata itu tidak menyangkut soal agama atau term agama mungkin tidak menjadi masalah.

“Namun, jika menyangkut kata atau term dalam agama, maka ini menjadi persoalan yang serius karena ajaran agama tidak bisa dijadikan bahan candaan dengan melakukan perubahan-perubahan sesuka hati dan sesuai kebutuhan untuk bercanda,” tambahnya.   

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement