REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengingatkan kembali tentang pentingnya merajut persatuan menuju Indonesia Berkemajuan. Hal ini disampaikan dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Tidak bisa dimungkiri, fakta sejarah menunjukkan bangsa Indonesia sebagai negara yang majemuk baik dalam aspek agama, suku, ras, maupun golongan. Kemajemukan itu kemudian dibungkus dengan semboyan pemersatu bangsa, Bhineka Tunggal Ika.
"Berbeda-beda tapi satu, serta satu dalam keberbedaan. Dengan jiwa Bhinneka Tunggal Ika itulah bangsa Indonesia memiliki daya hidup untuk tetap bersatu dalam keragaman, meski proses yang dijalani sarat suka dan duka," kata Haedar, Jumat (28/10/2022).
Dalam Orasi Kebangsaan Sumpah Pemuda Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Guru Besar Sosiologi ini mengajak kepada semua untuk kembali merenungkan pesan-pesan luhur Sumpah Pemuda sendiri. Yang mana, bersejarah untuk menguatkan persatuan.
Terkait kegaduhan politik yang mengancam persatuan, menurut Haedar, tidak ada yang salah dengan pilihan politik. Namun, malah sebaliknya, perbedaan pilihan politik merupakan tanda hidupnya demokrasi dan kebinekaan berbangsa bernegara.
Namun, dia mengingatkan, perbedaan politik akan menjadi masalah bila disertai sikap pemutlakan menang-kalah, timbulkan sikap politik yang keras dan ekstrem. Pada titik inilah, politik menjadi virus pemecah dan bukan pemersatu bangsa.
Politik identitaspun sejatinya bukan masalah karena setiap orang atau kelompok terikat identitas mengikuti hukum homo sapiens. Masalah terjadi jika politik identitas berdasarkan SARA disalahgunakan dengan cara dan paham radikal-ekstrem.
Pro dan anti politik identitaspun, bahkan menjadi benih pertengkaran baru sesama anak bangsa yang muaranya saling membelah. Maka, Haedar menegaskan, jika ingin persatuan Indonesia, maka diperlukan sikap moderat dan moderasi dalam bernegara.
Sikap itu dibutuhkan seluruh warga dan golongan. Haedar berpesan, agar politik menjadi salah satu pilar pemersatu, bukan malah menjadi penyebab pecah belah. Dia menambahkan, politik penting diletakkan di atas jiwa kerakyatan.
"Yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebagaimana nilai sila keempat Pancasila," ujar Haedar.