Ekonomi Hijau Bereskan Problematika Kampung Gadis Tegalreja Cilacap
Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fernan Rahadi
Hidroponik dan batik eco print Kampung KB Gadis Tegalreja, Cilacap. | Foto: Dok. Kampung KB Gadis Tegalreja
REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Warna hijau menjadi pemandangan yang sudah sangat biasa di bantaran rel Kelurahan Tegalreja, Kabupaten Cilacap. Padahal dulu, wilayah ini kerap menjadi sarang kenakalan remaja. Mabuk-mabukan hingga tawuran yang terjadi setiap minggunya sangat meresahkan warga.
Kecelakaan yang sering terjadi karena anak-anak remaja yang nongkrong di rel tidak membuat mereka jera untuk kembali ke sana. Padahal banyak dari mereka tewas terlindas kereta api. Tidak hanya itu, bantaran rel pun jadi tempat pembuangan sampah sehingga kian hari semakin kumuh.
Berbagai masalah yang bersarang di kampung ini seperti kebersihan, kesehatan hingga kenakalan remaja membuat para orang tua di sana berembuk membahas solusinya. Ekonomi hijau pun tercetus menjadi langkah solutif untuk membereskan semua masalah.
Inilah latar belakang dibentuknya Kampung Gadis (Guyub, Aman, Damai, Indah Sejahtera) di Kelurahan Tegalreja, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, pada 2017 silam. Kampung yang terdiri dari 10 RW ini telah berubah menjadi kampung yang asri dengan taman dan kebun hidroponik.
"Dari situlah kemudian muncul tekad para masyarakat untuk menjadikan bantaran itu menjadi taman. Bagaimana menciptakan satu kondisi bantaran itu indah dan bersih," tutur Ketua Umum Kampung KB Gadis Tegalreja, Muchlasin kepada Republika.
Sebelum G20 menggaungkan mengenai ekonomi hijau, khususnya di Indonesia, kampung ini sudah lebih dulu melihat potensinya. Dari yang semula membentuk taman di sepanjang bantaran rel, para warga kampung ini pun memutuskan untuk membuat kelompok budidaya hidroponik. Prosesnya terbilang tidak mudah, karena saat itu hanya ada sedikit warga yang mengetahui cara melakukan hidroponik, hingga mereka mendatangkan ahli hidroponik untuk memberikan pelatihan pada warga yang berminat.
Semua biaya untuk modal dan pelatihan berasal dari swadaya masyarakat dengan pengumpulan koin setiap minggunya. Bahkan ada juga warga yang menyumbang lebih demi terwujudnya kampung yang asri dan damai ini.
Seiring berjalannya waktu, kelompok hidroponik ini semakin berdaya. Dari yang hanya menanam dengan bibit yang dibeli dari luar, sekarang mereka bisa melakukan pembibitan sendiri. Warga yang ikut serta pun semakin beragam, dulunya usia pensiun, sekarang usia sekitar 30an tahun pun juga ikut serta menanam hidroponik. Produk yang dihasilkan juga beragam, mulai dari sayuran organik seperti selada, kangkung, seledri, daun mint hingga pengolahan menjadi jus yang dijual secara segar di kampung tersebut.
Ketua Kelompok Petani Hidroponik (Petanik) Kampung KB Gadis, Kasiatun menjelaskan, meski kampung ini memiliki 10 RW, hanya 7 RW yang memiliki lahan untuk dibuat rangkaian hidroponik. Saat ini mereka sudah memiliki 10 rangkaian hidroponik, dengan lima rangkaian berada di RW 003.
Perjuangan mereka dalam mengembangkan hidroponik, rupanya dilirik oleh PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) RU IV Cilacap yang kemudian menjadikan kampung ini mitra binaan pada 2019.
Jumlah anggota Petanik yang awalnya hanya 3 orang, bertambah menjadi 20 orang. Sebanyak 20 orang ini yang memastikan produksi hidroponik dan pembibitan mereka terus berjalan.
"Sebelum pandemi memang kurang banyak peminatnya, tapi saat pandemi kan banyak yang dirumahkan, jadi mereka ikut kelompok petanik karena setidaknya bisa mendapatkan sayur untuk konsumsi sendiri dengan harga murah."tutur Kasiatun.
Tidak hanya memberikan permodalan dan pelatihan hidroponik, PT KPI juga menyumbangkan panel surya yang menjadi sumber energi rangkaian hidroponik di kampung tersebut. Dalam proses pembibitan hidroponik, panel surya menjadi sumber listrik untuk otomatisasi penyiraman bibit dengan kapasitas 1.000 watt.
Panel surya menjadikan budidaya hidroponik kelompok ini lebih efisien, karena sebelumnya biaya listrik rangkaian hidroponik dibebankan kepada warga. PT KPI juga memberi bantuan untuk pembangunan greenhouse, sehingga kelompok Petanik bisa melakukan pembibitan sendiri.
Sekarang mereka bisa mendapatkan omzet Rp 500 ribu per panen yang dilakukan setiap 45 hari. Padahal dulunya mereka harus mengeluarkan uang lagi untuk membeli bibit yang sekarang sudah bisa dihasilkan sendiri hingga dijual.
Inovasi hidroponik dengan panel surya ini kemudian disebut Eco Smart Green House, dan telah diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
"Secara efektif, masyarakat memperoleh peningkatan pendapatan sebesar Rp 500 ribu per bulan dibandingkan dari sebelumnya masyarakat harus membeli bibit Rp 1.200.000 per unit per bulan," ujar Menteri Siti dalam peresmian, akhir September lalu.
Eco Smart Greenhouse telah diekstensifikasi ke berbagai pengolahan makanan lainnya seperti jus hidroponik dan makanan ringan yang bernilai jual tinggi. "Kami berencana mengembangkan melon hidroponik bagus, sedang kita pelajari," ungkap Kasiatun.
Dampak positif lainnya, kebun hidroponik Kampung KB Gadis juga menjadi tempat wisata bagi warga lokal hingga kedatangan para pengunjung dari wilayah lain. Tidak ada lagi remaja-remaja yang menjadikan bantaran rel Tegalreja sebagai tempat mabuk-mabukan.
Bank Sampah Beo Asri
Asri dan indahnya Kampung Gadis juga tidak terlepas dari semangat masyarakat untuk menjaga kebersihannya. Permasalahan sampah sudah berupaya diatasi sejak 2012 dengan didirikannya Bank Sampah Beo Asri. Namun, berbagai problematika sosial di wilayah tersebut menjadikan keberadaan bank sampah ini kurang efektif.
Masyarakat mulai peduli dengan program bank sampah ini ketika Kampung Gadis didirikan pada 2017. Mereka menyadari bahwa rupa bantaran rel harus diubah menjadi bersih dan asri untuk mencegah datangnya anak-anak nakal dari luar. Dengan demikian, mereka mau menerapkan pengelolaan sampah yang diajarkan oleh bank sampah.
Menurut Direktur Bank Sampah Beo Asri, Sri Widowati, tidaklah mudah menerapkan kebiasaan pembuangan sampah secara terorganisir. Secara perlahan, dengan dibantu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cilacap, pihak bank sampah mensosialisasikan cara memilah sampah organik dan anorganik.
Jadwal pembuangan sampah juga wajib dipatuhi agar Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di RW 004, Tegalreja, tersebut tidak menyimpan tumpukan sampah terlalu lama. Mereka hanya boleh membuang sampah yang sudah dipilah lima hari dalam seminggu dari pukul 06.00 hingga 11.00 WIB ketika truk sampah datang.
Sedangkan pengumpulan sampah untuk menabung di bank sampah, dilakukan setiap sebulan sekali dengan tabungan SAHARA. Hasilnya, TPS kecil yang dulunya sangat mengganggu dengan bau dan pemandangan yang tidak sedap, kini lokasinya selalu bersih. Kendati begitu, Widowati mengakui kalau masih ada saja yang tidak disiplin dalam membuang sampah, sehingga TPS perlu selalu dipantau.
"Alhamdulillah kami memiliki Bapak dan Ibu RW yang sangat rajin memantau. Pagi-pagi sebelum TPS buka mereka akan duduk di taman yang menghadap TPS dan menegur orang yang suka seenaknya lempar bungkusan sampah ke depan pintu TPS," tuturnya.
Pengurus Bank Sampah Beo Asri yang beranggotakan kaum ibu, lansia dan pemuda eks kenakalan remaja juga memproduksi kerajinan melalui limbah NonB3, pengelolaan sampah anorganik menjadi pupuk, dan berpartisipasi aktif dalam pemasaran hasil kerajinan. Berkat kerja keras masyarakat ini, Kampung Gadis bisa menjadi asri dan indah hingga menjadi obyek wisata lokal bagi keluarga dan anak-anak muda.
Kembangkan Eco Print
Salah satu produk ekonomi hijau yang berkembang di kampung ini adalah batik eco print yang menjadi produk bernilai jual tinggi. Eco print telah dimulai sejak tiga tahun lalu, dan produknya bahkan sudah mencapai ke luar negeri seperti Brunei Darussalam dan Turki.
Meski pesanan dari luar negeri masih tergolong sedikit, tapi kelompok Eco Print Tegalreja patut merasa bangga karena produk mereka seringkali menjadi oleh-oleh khas Cilacap yang dibeli berbagai tamu Pemerintah Pusat maupun daerah.
Semangat dan kerja keras masyarakat setempat dan kolaborasinya dengan Pemda serta Pertamina membuat Kampung Gadis meraih berbagai penghargaan. Beberapa di antaranya yakni juara pertama Kampung Keluarga Berkualitas (KB) percontohan tingkat nasional tahun 2019, yang menjadikan nama kampung ini berubah dari Kampung Gadis menjadi 'Kampung KB Gadis'. Kemudian penghargaan terbaru yakni kampung proklim kategori utama tahun 2021.
Oleh karena itu, tidaklah heran banyak pihak yang menjadikan mereka percontohan dan datang berkunjung ke kampung ini, sehingga produk eco print mereka laris manis. Kelompok Eco Print Tegalreja bahkan bisa mendapatkan omzet sebesar RP 35 juta sebulan, yang tidak tersendat di waktu pandemi.
Menurut Kasiatun, yang juga berada di kelompok Eco Print, produk mahal semacam eco print ini tetap laris karena pembelinya adalah kalangan menengah ke atas, sehingga tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi di saat pandemi.
"Justru saat pandemi menolong kami banget. Karena banyak yang dirumahkan, jadi banyak yang ikut kelompok kita untuk mendapatkan penghasilan." tutur Kasiatun.
Meski sudah cukup berkembang, mereka tetap memerlukan pelatihan dan pembinaan karena semakin banyak masyarakat yang tertarik ikut usaha eco print. Rencananya, PT KPI akan memberikan mereka pelatihan mengenai eco print pada akhir tahun ini.
Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI RU IV Cilacap, Cecep Supriyatna mengatakan, pihaknya berkomitmen terus mendukung keberlangsungan Kampung KB Gadis dalam mengelola ekonomi hijau mereka.
"Dengan panel surya dan binaan kami harapannya dapat mendorong peningkatan ekonomi di kampung ini. Mereka merupakan contoh nyata pengembangan potensi lokal di masa pandemi," ujar Cecep.
Ini juga merupakan bukti nyata peran PT. KPI mendukung upaya pemerintah Indonesia merespon perubahan iklim, yang didasarkan pada kesadaran penuh dalam mendukung tujuan ke-13 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) terkait penanganan perubahan iklim.