Destinasi.republika.co.id -- Mahasiswa dan pemuda Indonesia semangat mengenalkan bahasa dan budaya Indonesia di Australia dengan berbagai cara. Misalnya, ada komunitas Indonesia-Canberra yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam pertemuan-pertemuan, meski banyak anggotanya orang Australia.
Mahasiswa di Canberra juga melakukan kegiatan pengenalan budaya dan bahasa Indonesia kepada mahasiswa internasional melalui makan bersama menu Indonesia. Dalam berbagai kegiatan keorganisasian, mereka juga melibatkan mahasiswa asing sehingga bisa terjadi interaksi budaya. Bahkan sekretaris Perhimpunan Pelajar Indonesia Australian National University (PPI ANU) adalah orang Australia yang senang belajar bahasa Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi pemuda, “Peran Diaspora Pemuda dan Mahasiswa dalam Promosi Bahasa dan Budaya Indonesia di Australia” pada Jumat (28/10/2022) di Realm Hotel Canberra. Kegiatan yang diselenggarakan oleh kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra ini adalah dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda Ke-94.
Dalam sambutannya Atdikbud KBRI Canberra, Mukhamad Najib, mengungkapkan bahwa pada tahun 1928 para pemuda bersepakat menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan hal tersebut sudah tercapai hari ini. Hal ini terbukti dari digunakannya bahasa Indonesia oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Namun, menurut Atdikbud Najib, tugas belumlah selesai karena undang-undang nomor 24 tahun 2009 mendorong agar bahasa Indonesia dapat digunakan secara internasional.
“Pasal 44 UU no 24 tahun 2009 mengamanatkan agar pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis dan berkelanjutan. Hal ini perlu didukung oleh diaspora pemuda dan mahasiswa Indonesia di Australia. Jadi, kalau tahun 1928 kita sepakat menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, marilah hari ini kita bersepakat untuk mendorong internasionalisasi bahasa Indonesia, khususnya di Australia ini,” ujar Najib.
Kegiatan diskusi pemuda ini mengundang lima orang nara sumber, yaitu Amrih Widodo selaku pengajar senior Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) Canberra; Kristian Z Octavianus selaku ketua PPI Australian Capital Territory; Riandy Laksono selaku ketua PPI ANU; Tyrone Raul selaku ketua PPI University of Canberra; dan Adeline Tinessia selaku Director National Australia Indonesia Language Awards (NAILA).
Sementara bertindak sebagai moderator adalah Dodi Harendro dari fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI Canberra. Diskusi dilaksanakan secara daring dan luring yang diikuti oleh para pengurus PPI se-Australia dan para diaspora pemuda penggiat bahasa dan budaya.
Amrih Widodo menyampaikan bahwa diaspora Indonesia, meski banyak yang sudah berpaspor Australia, namun kecintaannya terhadap Indonesia tidak pernah pudar. Menurut Amrih, secara administratif mereka memang berkewarganegaraan Australia tapi secara budaya mereka berkewarganegaraan Indonesia. “Saya ingin memberi contoh yang saya temui. Suatu hari Anggie, anak dari keluarga Indonesia yang kini berpaspor Australia, menunjukkan foto presiden Jokowi kepada temannya yang Australia. Dia mengatakan ‘He is my president’ dengan bangganya. Ini suatu contoh kecil, meski Anggie berpaspor Australia, jiwanya tetap Indonesia dan selalu semangat mempromosikan bahasa dan budaya Indonesia”, tutur Amrih.
Dalam uraiannya, Kristian menyampaikan pengalamannya mengenalkan bahasa Indonesia. Saat ini dirinya mengaku menjadi mitra pengajar bahasa Indonesia di salah satu akademi tentara Australia. “Saya kenalkan makanan Indonesia kepada siswa tentara Australia sambil menjelaskan bahasa Indonesia, mereka suka sekali. Saya pikir kita perlu bergaul dengan lebih banyak lagi orang Australia, tidak hanya berkumpul dengan komunitas Indonesia saja. Dengan begitu kita punya kesempatan lebih banyak untuk mengenalkan bahasa dan budaya. Seperti siswa tentara yang saya jumpai, ternyata mereka sangat suka gado-gado, dari situ mulailah saya menjelaskan bahasa Indonesia ke mereka,” jelas Kris.
Sementara Tyrone Raul mengatakan telah mencoba mengenalkan Indonesia melalui Cultural Day di kampus University of Canberra. Menurut Raul, mahasiswa bisa mengenalkan budaya dari diri sendiri seperti yang dia lakukan.
“Saya sengaja ke kampus pakai baju batik. Biasanya orang Australia tanya ke saya tentang baju yang saya pakai. Nah di situlah kesempatan terbuka bagi saya untuk mengenalkan budaya Indonesia. Jadi, untuk mempromosikan budaya Indonesia kita bisa mulai dari hal yang paling sederhana dan bisa dari atribut yang kita pakai”, uangkap Raul.
Ketua PPI ANU, Riandy berharap ada semacam jejaring budaya antarkampus di Australia untuk menguatkan promosi budaya dan bahasa Indonesia. Dari sisi kelembagaan, meski sudah ada Balai Bahasa dan Budaya Indonesia di setiap negara bagian, tetap diperlukan jejaring budaya yang dapat menjangkau mahasiswa Australia.
Riandy juga menyarankan untuk membangun narasi yang jelas mengenai internasionalisasi bahasa Indonesia. “Faktor ekonomi menjadi salah satu daya tarik orang belajar bahasa. Kita bisa melihat bahasa China, Jepang dan Korea termasuk bahasa yang sulit dipelajari, tapi banyak yang tertarik belajar karena mereka melihat prospek ekonomi. Nah, daya tarik orang belajar bahasa Indonesia bagi orang Australia apa? Ini perlu dirumuskan dengan jelas,” tutup Riandy.
Direktur NAILA, Adeline, mengungkapkan bahwa organisasinya berpartisipasi dalam memperkuat bahasa Indonesia di Australia dengan memberikan apresiasi berupa penghargaan tahunan kepada orang-orang Australia yang belajar bahasa Indonesia dan orang Australia yang terlibat dalam pengajaran bahasa Indonesia di Australia. “Setiap tahun kami memberikan hadiah kepada mereka yang semangat belajar bahasa Indonesia dan mengajar bahasa Indonesia. Kita memberikan penghargaan kepada mereka atas upayanya yang berdampak pada eksistensi bahasa Indonesia di Australia,” jelas Adeline.
Dalam penutup diskusi, Dodi Harendro mengatakan bahwa dari diskusi ini KBRI Canberra semakin yakin jika KBRI tidak sendirian dalam mempromosikan bahasa Indonesia di Australia. Berbagai komunitas termasuk diaspora pemuda dan mahasiswa ternyata sangat antusias dalam mengenalkan bahasa dan budaya Indonesia di Australia. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga dalam menjalankan amanah undang-undang mengenai internasionalisasi bahasa Indonesia, khususnya di Australia.