REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak semua lapisan masyarakat merenungkan kembali pesan luhur Sumpah Pemuda untuk menguatkan rasa persatuan dan kesatuan.
"Berbeda-beda tetapi satu, serta satu dalam keberbedaan," ujar Haedar Nashir dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (29/10/2022).
Haedar mengatakan tidak bisa dipungkiri bahwa fakta sejarah menunjukkan bangsa Indonesia sebagai negara yang majemuk, baik dalam aspek agama, suku, ras dan golongan.
Kemajemukan tersebut, kemudian dibungkus dengan semboyan pemersatu bangsa, Bhineka Tunggal Ika. Pesan luhur inilah yang harus menjadi pedoman dalam merajut persatuan menuju Indonesia berkemajuan.
"Dengan jiwa Bhinneka Tunggal Ika itulah bangsa Indonesia memiliki daya hidup untuk tetap bersatu dalam keragaman, meski proses yang dijalaninya sarat suka dan duka," kata dia.
Menyinggung soal kegaduhan politik yang mengancam persatuan, menurutnya, tidak ada yang salah dengan pilihan politik. Tapi, malah sebaliknya, perbedaan pilihan politik merupakan tanda hidupnya demokrasi dan kebhinekaan dalam berbangsa dan bernegara.
"Tapi, perbedaan politik akan menjadi masalah apabila disertai sikap pemutlakan menang-kalah, yang lahir sikap politik yang keras dan ekstrem. Pada titik inilah politik menjadi virus pemecah dan bukan pemersatu bangsa," katanya.
Lebih-lebih menjelang tahun politik 2024, Haedar berpesan supaya momen tersebut menjadi komitmen bersama menyatukan bangsa dan mengakhiri pembelahan politik kebangsaan.
"Hindari segala bentuk ujaran dan tindakan yang menebar virus perpecahan. Pemilu 2024 harus menjadi komitmen bersama menyatukan bangsa dan mengakhiri pembelahan politik kebangsaan," ujarnya.
Haedar menegaskan apabila ingin persatuan Indonesia, diperlukan sikap moderat dan moderasi dalam bernegara oleh seluruh warga dan golongan. Ia berpesan supaya politik menjadi pilar pemersatu, bukan malah menjadi penyebab pecah belah.
"Politik harus menjadi pilar persatuan dan bukan faktor pemecah belah. Politik penting diletakkan di atas jiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebagaimana nilai sila keempat Pancasila," kata dia.
Ia optimistis potensi bersatu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia lebih besar ketimbang virus perpecahan. Dia beralasan karena di tubuh bangsa ini masih hidup akal sehat, moral, dan kesadaran kolektif untuk bersatu.
"Dengan menjadikan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa sebagai basis nilai utama," kata dia.