REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, menilai lembaga survei harus diawasi lembaga independen. Sebab, banyak lembaga survei yang merilis hasil surveinya kerap berbeda satu dengan lainnya.
"Padahal, besar sampel dan waktu pelaksanaan surveinya hampir relatif sama," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Jumat (28/10).
Dia mencontohkan, bagaimana hasil Survei Charta Politika Indonesia yang digelar 6-13 September 2022 yang melibatkan 1.220 responden dengan survei litbang Kompas yang dilakukan pada 24 September-7 Oktober 2022 dengan 1.200 responden.
Namun, hasil yang dirilis menunjukkan perbedaan. Charta Politika Indonesia merilis tiga besar elektabilitas partai politik, yaitu PDIP 21,4 persen, Gerindra 14,8 persen, dan Golkar 9,3 persen. Dilain pihak, Litbang Kompas merilis elektabilitas tiga besar partai politik, yaitu PDIP 21,1 persen, Gerindra 16,2 persen, dan Partai Demokrat 14,0 persen.
"Jadi, untuk urutan 1 dan 2, dua lembaga survei itu sama menempatkan PDIP dan Gerindra. Namun, untuk ururan ketiga berbeda, di mana Charta Politika Indonesia menempatkan Golkar dan Litbang Kompas menempatkan Partai Demokrat," ujarnya.
Menurutnya, yang menarik, Charta Politika Indonesia menempatkan elektabilitas Partai Demokrat pada peringkat enam (6,6 persen), sementara Litbang Kompas menempatkan Golkar peringkat empat (7,9 persen).
"Jadi, dari dua lembaga survei itu terlihat hasil survei untuk Partai Demokrat selisihnya cukup besar, yaitu 7,4 persen. Temuan seperti ini juga kerap ditemukan pada hasil survei lembaga survei lainnya," ucapnya.
Perbedaan hasil tersebut, menurutnya, menarik dipersoalkan. Sebab, survei yang dilakukan waktu dan besar sampelnya relatif sama. Seharusnya, temuannya juga tidak jauh berbeda.
"Lembaga survei tentunya perlu menjelaskan kenapa hasil surveinya kerap jauh berbeda dengan yang dihasilkan lembaga survei lainnya. Penjelasan itu, diperlukan agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei tetap terjaga," ungkapnya.
Karena itu, menurutnya, harus ada yang mengawasi lembaga survei agar tetap dalam koridor ilmiah. Tentu lembaga tersebut harus terdiri orang-orang yang independen dan berintegritas.
"Hanya dengan begitu, lembaga survei dapat dipastikan bekerja sesuai prinsip ilmia," ucapnya.