REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Akmal Marhali, menyatakan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI bukan poin utama dari rekomendasi yang diberikan TGIPF, melainkan perbaikan gelaran kompetisi sepak bola Indonesia. Tercatat ada 12 poin rekomendasi TGIPF kepada PSSI setelah mengambil kesimpulan dari hasil investigasi.
Akmal mengakui pihaknya merekomendasikan agar para pemangku kepentingan PSSI melakukan percepatan KLB. Namun, ia mengingatkan bahwa percepatan KLB yang dimaksud dalam rekomendasi tersebut adalah setelah pengurus PSSI saat ini mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan etik.
"TGIPF tidak menjadikan KLB sebagai skala prioritas. Ada 12 rekomendasi yang harus dipahami satu persatu. Jadi arah TGIPF bukan untuk suksesi PSSI. Yang harus menjadi tugas utama adalah tanggung jawab moral setelah meninggalnya 133 nyawa. KLB hanyalah langkah yang harus diambil ketika pengurus PSSI mundur sehingga ada kekosongan kekuasaan," kata Akmal saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (29/10/2022).
Selain itu, Akmal mempertanyakan tujuan digelarnya KLB ini. Pasalnya, dia menilai keputusan PSSI untuk mempercepat pelaksanaan KLB tidak memiliki tujuan yang jelas ketika tidak ada kekosongan kekuasaan. Sehingga, kata dia, hal itu kemungkinan akan membuat FIFA menilai pemerintah melakukan intervensi melalui rekomendasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan.
"TGIPF tidak punya tendensi atau menjadikan KLB PSSI sebagai prioritas. Itu hanya salah satu poin dari deretan rekomendasi TGIPF, bukan menjadi tujuan utama. Jangan salah kaprah, seolah-olah kasus Kanjuruhan selesai setelah PSSI gelar KLB. Ada atau tidak ada KLB, kasus Kanjuruhan ini harus diusut tuntas," jelas Akmal. "Terkait urusan KLB, itu ranahnya pemilik suara (voters) dan PSSI sesuai dengan konstitusi yang mereka punya, tidak ada kaitannya dengan TGIPF. Kami tegaskan TGIPF tak punya kepentingan apa-apa dengan KLB ini."