REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- IM57 Institute mengkritisi pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru, Johanis Tanak yang pernah menyampaikan gagasan mengenai kemungkinan penerapan restorative justice dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Organisasi antikorupsi besutan eks pegawai KPK ini menilai, konsep tersebut tidak dapat digunakan pada kasus rasuah lantaran termasuk kejahatan luar biasa.
"Konsep restorative justice untuk kasus korupsi tidak bisa diterapkan, karena berdasarkan UNCAC (United Nations Convention Against Corruption), kejahatan korupsi termasuk kejahatan luar biasa, bersama-sama narkotika dan terorisme," kata Ketua IM57 Institute, Praswad Nugraha, dalam keterangannya, Ahad (30/10/2022).
Praswad pun meminta Johanis Tanak lebih banyak belajar lagi soal konsep restorative justice. Sebab, menurut dia, tidak ada obat yang sama terhadap seluruh jenis kejahatan.
"Jika kita terapkan restorative justice, semua pelaku korupsi akan menganggap korupsi seperti berdagang, transaksional saja. Jika ketahuan dan tertangkap tinggal bayar, jika tidak ketahuan selamat," jelas dia.
Selain itu, dia juga meminta upaya mereduksi tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa menjadi kejahatan biasa agar dihentikan. Praswad menegaskan, dampak yang timbul akibat korupsi dirasakan oleh seluruh masyarakat.
"Setop berupaya terus-terusan mencoba mereduksi kejahatan tindak pidana korupsi dari kejahatan luar biasa, menjadi kejahatan biasa. Kehancuran yang diakibatkan tindak pidana korupsi efeknya sampai ke seluruh urat nadi bangsa. Dan yang paling menderita adalah rakyat miskin yang haknya dirampas oleh para koruptor," ungkapnya.
"Mau sampai kapan Indonesia ini terus terpuruk menjadi bangsa yang korup?" imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan wacana keadilan restoratif atau restorative justice bagi pemberantasan tindak pidana korupsi, yang sempat disampaikannya saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI, hanya merupakan opini. "Itu kan cuma opini, bukan aturan," kata Johanis kepada wartawan usai pelantikan dirinya sebagai Wakil Ketua KPK oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Dia menekankan pandangan itu bisa saja dilontarkan, tapi realisasinya tetap akan mengacu atau menyesuaikan pada aturan yang berlaku.