Senin 31 Oct 2022 12:30 WIB

Anjuran untuk Hidup Sederhana Bagi Pemimpin

Jarang para pemimpin menunjukkan hidup sederhana.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Anjuran untuk Hidup Sederhana Bagi Pemimpin. Foto: Kisah Umar bin Abdul Aziz Takut Peluang Korupsi (ilustrasi)
Foto: wikipedia
Anjuran untuk Hidup Sederhana Bagi Pemimpin. Foto: Kisah Umar bin Abdul Aziz Takut Peluang Korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Belakangan ini masyarakat Indonesia kerap dipertontonkan gaya hidup para pejabat negara yang cenderung hedonistik. Jarang sekali para pejabat negara berlaku hidup sederhana.

Ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas mengatakan, hidup foya-foya itu bisa berujung pada sikap pamer. Misalnya, Buya memberikan contoh, jika polisi melanjutkan sekolah, maka jabatan dan pamornya naik. Mereka, lanjut Buya, bisa pamerkan bahwa mereka hebat.

Baca Juga

“Tapi ternyata mereka bayar (untuk naik jabatan) kan? Kalau mereka naik jabatan mereka bisa pamer. Sedangkan pamer itu ya sikap sombong, dilarang itu dalam Islam,” kata Buya saat dihubungi Republika, Selasa (25/11/2022).

Menurut Buya, sikap pamer dan tidak hidup sederhana nantinya akan berujung pada sikap materialistik dan hedonistik. Sedangkan jika pejabat di negeri ini mau berlaku hedon, Buya Anwar mempertanyakan dari mana mereka mendapatkan penghasilan sebanyak itu. Hal inilah yang dapat menjadi pemicu terjadinya penyimpangan-penyimpangan oleh para pejabat negara.

“Jika dibuka kan penghasilan mereka tidak terlalu besar, bahkan dengan gaya hidup yang mewah begitu, gaji mereka hitungannya sangat kecil,” kata Buya.

Dari sikap hedonistik itu bisa saja manusia menjerumuskan dirinya melakukan penyimpangan-penyimpangan. Dia bisa mencuri atau melakukan kejahatan yang dilarang agama. Buya Anwar mengutip sebuah hadis yang berbunyi, “Ketika orang mencuri maka iman dalam dirinya terbang,”.

Maka menurut Buya, tidak akan ada orang yang beriman itu mencuri, apalagi mencuri uang negara yang menjadi hajat hidup banyak orang. Oleh karena itu Buya berpesan, agar apapun jabatan yang tengah diemban seyogyanya dia tidak meninggalkan agama. Sebab agama merupakan tuntunan yang menuntun manusia ke arah yang lebih baik.

Pakar Tasawuf Ustaz Azka Fuady menjelaskan, konsep sederhana dalam tasawuf itu adalah konsepnya Rasulullah. Rasulullah dikenal sebagai pribadi yang hidup dengan sederhana. Ustaz Azka menjabarkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendapatkan pajak yang kala itu memenuhi Masjid Nabawi. Pajaknya berupa emas, perak, hingga permata.

“Itu (pajak yang diberikan ke Rasulullah) di hari itu pun habis dibagikan kepada yang berhak,” ujar Ustaz Azka.

Namun demikian Rasulullah tetap menjamin kehidupan keluarganya semua. Tapi ketika ada yang meminta, Nabi tidak pernah menolak untuk memberi. Bahkan di beberapa riwayat, kata dia, Rasulullah tidak pernah menyimpan 1 dirham maupun 1 dinar pun sehari.

“Itu kalau standar sederhananya mengacu ke Rasulullah,” ujar dia.

Seiring berjalannya waktu terdapat perubahan dalam tasawuf. Salah satu yang berubah, kata dia, adalah Imam Abul Hasan Asy-Syadzili, pendiri tarekat Syadziliyah. Imam Syadzili merupakan seorang ulama tasawuf yang kaya raya, bahkan kudanya kala itu adalah kuda putih yang paling mahal pada masanya.

Kuda itu ia dapatkan dari hasil bercocok tanam dan bekerja. Kemudian suatu ketika, Ustaz Azka bercerita, Imam Syadzili didatangi orang tasawuf yang berpakaian lusuh. Orang tersebut mengatakan kepada  Imam Syadzili bahwa apa yang digunakan oleh Imam Syadzili tidak selayaknya para ulama tasawuf.

Mendengar hal itu, Imam Asy-Syadzili menjawab, “pakaianku ini berkata alhamdulillah, aku bersyukur karena ini nikmatnya Allah. Sedangkan pakaianmu itu berkata kepadaku, bersedekahlah kepadaku karena Allah,”.

Artinya, menurut Ustaz Azka, kesederhanaan itu nisbi dalam tasawuf. Bukan kaya bukan miskin, bukan kusut bukan mewah parlente, akan tetapi kesyukuran. Segala sesuatu yang mengantarkan kesyukuran kepada Allah, standarnya seperti apapun, itu terserah orang iyang menjalankan. Itulah makna sederhana dalam tasawuf.

“Jadi sederhana itu nggak harus naik ojek bajaj, nggak harus. Dan sampai kesyukuran itu tidak mungkin bila tidak melalui jalan kehalalan. Jadi sumber mendapatkan kekayaan itu benar, cara hidupnya mau mewah maupun lusuh, yang penting adalah bagaimana cara dia memaknai syukur, itulah sederhana,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement