REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cendekiawan Muslim Prof Din Syamsuddin menyampaikan pandangannya soal adanya permintaan untuk melarang paham Wahabi.
Dia mengatakan, semua pihak perlu mengedepankan sifat, sikap dan watak wasathiyah atau jalan tengah.
"Bagi saya pribadi, seharusnya kita mengedepankan sikap, sifat dan watak wasathiyah, jalan tengah, yaitu mengedepankan toleransi sebagai salah satu aspek wasathiyah yaitu tasamuh. Maka kita harus bertenggang rasa terhadap perbedaan pendapat," kata dia kepada wartawan di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (31/10/2022).
Din juga mengingatkan soal pentingnya syuro atau musyawarah. Menurutnya, penting untuk menghindari sikap yang memutlakkan pemahaman.
"Mari kita bermusyawarah. Jadi sebaiknya jangan ada sikap yang memutlakkan pemahaman. Apalagi menyalahkan pihak lain dan apalagi membawa negara untuk terlibat. Hemat saya, itu bukan sikap kita yang selama ini kita agung-agungkan, dengung-dengungkan sebagai sikap moderat. Itu adalah bentuk ekstremitas dalam beragama," paparnya.
Dalam suasana saat ini, lanjut Din, semua harus mengedepankan toleransi, tasamuh, dan syuro, karena itulah sikap yang Islami.
"Saya harap pemerintah sebaiknya jangan terlibat dalam menangani perbedaan pemahaman di kalangan masyarkat atau umat beragama," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Nurul Badruttamam, menyampaikan rekomendasi eksternal yang dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LD PBNU Ke-IX di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada 25-27 Oktober 2022.
Dia mengatakan, LD PBNU merekomendasikan kepada pemerintah dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah, baik melalui majelis taklim, forum kajian, media online, maupun media sosial dalam bentuk tulisan, audio, maupun visual.
LD PBNU juga merekomendasikan kepada Pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mewaspadai dan tidak memberikan izin penyelenggaraan kegiatan atau acara yang bertujuan untuk menolak NKRI dan Pancasila yang dibalut dengan penyelenggaraan kegiatan festival keagamaan ala milenial yang menarik minat generasi muda seperti HijrahFest atau HijabFest.