REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sepihak mematikan pelantang suara saat persidangan lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J), pada Senin (31/10/2022). Situasi tersebut membuat para pewarta, pun publik tak dapat melakukan pemantauan, serta peliputan terhadap proses sidang yang berlangsung pada saat pemeriksaan empat saksi para ajudan Ferdy Sambo.
Sidang lanjutan Senin (31/10/2022) digelar untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer (RE). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 13 orang sebagai saksi untuk diperiksa bergiliran, dan terpisah. Saksi pertama atas nama Susi, pembantu rumah tangga (ART) Keluarga Sambo di Saguling III. Susi diperiksa di depan hakim, selama hampir enam jam dari sidang dimulai pukul 10 pagi, sampai lewat turun Dzuhur sekitar pukul 14 lewat.
Lepas itu, ketua majelis hakim, Iman Wahyu Santosa meminta persidangan diskorsing selama sekitar satu jam untuk rehat siang. Skorsing dicabut tepat pukul 15:00 WIB.
Pada sidang sesi kedua itu, JPU menghadirkan empat orang saksi untuk diperiksa. Yakni Adzan Romer, Daden Miftahul Haq, dan Prayogi Iktara Wikaton, serta Farhan Sabilah. Akan tetapi, pada proses pemeriksaan saksi-saksi empat ajudan dan sopir Ferdy Sambo itu, pelantang suara, atau speaker sidang dimatikan, sehingga tak mengeluarkan suara.
Baca juga : LD PBNU Diminta tak Bawa Polri ke Urusan Khilafiyah
Sehingga, tak ada suara tanya-jawab dari hakim, dan keterangan saksi-saksi tersebut yang dapat di dengar. Padahal, sebelumnya, pun selama sidang kasus pembunuhan Brigadir J ini, PN Jaksel memberikan fasilitas kepada para pewarta dengan mendirikan layar monitor pemantau sidang, lengkap dengan pelantang suara yang menangkap proses persidangan.
Hal tersebut dilakukan mengingat ruang sidang utama PN Jaksel, tak muat menampung ratusan wartawan. Pun publik, serta para pihak yang ikut memantau persidangan.
Dari pantauan Republika selama ini, ada empat titik pantau layar monitor, dan pelantang suara lengkap sidang di PN Jaksel. Dua layar monitor besar di kanan dan di kiri pintu masuk utama ruang sidang utama Oemar Seno Adji.
Dan di hal atau aula belakang ruang sidang utama. Serta di pelataran halaman depan komplek PN Jaksel. Namun pada saat pemeriksaan empat saksi-saksi para ajudan Ferdy Sambo itu, semua titik pantau proses sidang, cuma memperlihatkan layar monitor yang hidup, namun tanpa disertai dengan suara.
Sementara di ruang sidang utama, selama ini, memang para pewarta sulit untuk ikut masuk. Selain karena ruang sidang tersebut dijejali para keluarga pihak, dan saksi-saksi, serta para otoritas pemantau persidangan, pun juga tim pengacara.
Baca juga : Ajudan Sambo Bingung Hakim Banyak Bertanya Soal Anak Keempat
Juga, pintu-pintu masuk ruang sidang utama tersebut selama ini memang dijaga ketat oleh kepolisian berseragam. Wartawan hanya dipersilakan memantau jalannya sidang untuk peliputan dari luar, pada titik-titik layar monitor dan pelantang suara yang sudah di sediakan di empat tempat tersebut.
Humas PN Jaksel Djuyamto saat diminta penjelasannya terkait suara pelantang sidang yang mati, tak memberikan jawaban. Dia hanya menjelaskan pelantang suara di depan ruang sidang utama tetap menyala. Namun, para pewarta yang melakukan pengecekan langsung, memastikan semua suara pelantang di titik-titik pemantau sidang, dipastikan mati, dan tak mengeluarkan suara apapun dari ruang sidang.