REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Kepala Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths membantah klaim Rusia bahwa kapal kargo sipil yang membawa gandum Ukraina terlibat dalam serangan pesawat nirawak terhadap mereka pada Sabtu (29/10/2022) pekan lalu. Dia menegaskan, tidak ada semacam itu berada di “zona aman” koridor gandum Laut Hitam.
“Tidak ada kapal yang melaporkan insiden selama akhir pekan. Koridor hanya garis-garis pada peta: Ketika kapal inisiatif (koridor gandum) tidak berada di area tersebut, koridor tidak memiliki status khusus. Ini tidak memberikan perlindungan atau penjagaan untuk aksi militer ofensif atau defensif,” kata Griffiths kepada Dewan Keamanan PBB, Senin (31/10/2022).
Sebelumnya Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Rusia mengatakan, terdapat drone laut bergerak di zona aman koridor gandum akhir pekan lalu. Mereka menyebut, drone yang menyerang Armada Laut Hitam Rusia di Krimea, salah satunya mungkin diluncurkan dari sebuah kapal sipil yang disewa Ukraina atau Barat. Kapal itu berkamuflase untuk mengangkut ekspor produk pertanian dari pelabuhan Ukraina.
Kemenhan Rusia menambahkan, negaranya telah menemukan dan mengangkat puing-puing drone dari laut. Akibat serangan drone tersebut, Rusia telah memutuskan menangguhkan penerapan kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau dikenal dengan Black Sea Grain Initiative.
“Sehubungan dengan tindakan angkatan bersenjata Ukraina, yang dipimpin ahli-ahli Inggris, yang menargetkan, antara lain, kapal-kapal Rusia yang memastikan berfungsinya koridor kemanusiaan tersebut (yang tidak dapat didefinisikan selain sebagai tindakan terorisme), Rusia tidak dapat memberikan jaminan keamanan untuk kapal kargo kering sipil yang berpartisipasi dalam Black Sea Grain Initiative dan menangguhkan pelaksanaannya mulai hari ini dan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia pada Sabtu pekan lalu, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Kemenlu Rusia menambahkan, instruksi terkait telah diberikan kepada perwakilan negara mereka di Joint Coordination Center di Istanbul, Turki. Pusat tersebut bertugas mengawasi lalu lintas pengiriman bahan pangan dari pelabuhan-pelabuhan Ukraina.
Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu ditekan di bawah pengawasan PBB dan Turki. Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan mereka di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.
Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena pelabuhan-pelabuhannya direbut dan dikuasai Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat. Hal itu sempat memicu kekhawatiran bahwa dunia bakal menghadapi krisis pangan.