Selasa 01 Nov 2022 09:59 WIB

Wacana Restorative Justice Kasus Tipikor, ICW: Koruptor Makin Semangat Korupsi

KPK dinilai lebih baik mengusulkan perbaikan UU Tipikor.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pernah mengutarakan ide penerapan restorative justice untuk kasus tindak pidana korupsi.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pernah mengutarakan ide penerapan restorative justice untuk kasus tindak pidana korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, usulan Wakil Ketua KPK baru Johanis Tanak untuk menerapkan konsep restorative justice dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor) tidak tepat. Ide ini justru dinilai dapat membuat para koruptor makin semangat melakukan rasuah.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia terbilang sudah memasuki fase gawat darurat. Bahkan, dia mengatakan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) saja tak kunjung mengalami peningkatan yang signifikan.

Baca Juga

"Salah satu sumber persoalannya sudah barang tentu menyangkut aspek penegakan hukum. Sehingga, tak tepat jika restorative justice diterapkan untuk mengatasi tindak pidana korupsi," kata Kurnia di Jakarta, Selasa (1/11/2022).

"Alih-alih membaik, bisa jadi dengan ide Pak Johanis itu, para koruptor semakin bersemangat untuk melakukan praktik korupsi," imbuhnya.

Kurnia lantas mengungkapkan hasil riset yang dilakukan ICW. Dia menyampaikan, berdasarkan kajian tren vonis 2021 tersebut, rata-rata hukuman koruptor di dalam persidangan hanya tiga tahun lima bulan penjara.

Menurutnya, jika restorative justice diterapkan, maka pelaku korupsi bakal mendapat keuntungan. Sementara itu, masyarakat terus menjadi korban ketidakadilan.

"Dengan menggunakan UU Tipikor yang di dalamnya memuat pemidanaan penjara saja hukumannya masih rendah, apalagi ditambah mekanisme restorative justice, tentu pelaku akan semakin diuntungkan dan masyarakat sebagai korban tak kunjung mendapat keadilan," jelas dia.

Di sisi lain, Kurnia menilai, wacana penerapan restorative justice belum terlalu penting dibahas. Sebab, menurut dia, sebaiknya KPK mengusulkan perbaikan UU Tipikor.

"Atau, Pak Johanis dapat mewacanakan perbaikan delik korupsi di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mana seluruh substansinya menguntungkan koruptor, ketimbang menggembar-gemborkan restorative justice korupsi," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan wacana keadilan restoratif atau restorative justice bagi pemberantasan tindak pidana korupsi, yang sempat disampaikannya saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI, hanya merupakan opini. "Itu kan cuma opini, bukan aturan," kata Johanis kepada wartawan usai pelantikan dirinya sebagai Wakil Ketua KPK oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

Dia menekankan pandangan itu bisa saja dilontarkan, tapi realisasinya tetap akan mengacu atau menyesuaikan pada aturan yang berlaku.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement