REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan Halloween di Arab Saudi telah menuai kritik di sejumlah media sosial. Beberapa menilai bahwa Arab Saudi telah menerapkan standar ganda dengan merayakan Hallowen, tetapi tidak menggelar perayaan Maulid Nabi.
"Perayaan Hallowen di Riyadh, Arab Saudi. GEA Saudi menggelar 'Horror Weekend", sementara perayaan Maulid Dilarang. Bayangkan negara yang melarang peringatan Maulid Nabi karena lebih jahat dari perayaan Halloween," ujar salah seorang netizen.
Namun benarkan Arab Saudi melarang Maulid?
Seperti dilansir MiddleEastEye, sebagai besar Muslim di Aab Saudi dan Qatar memang tidak merayakan Maulid Nabi karena dianggap tidak ada basis ajarannya. Tapi perayaan tetap dilakukan bagi mereka yang tak mempermasalahkannya.
Sejarawan Alwi Shaha pernah bercerita ketika ia umrah pada 2002 bersama tokoh ulama dari Jakarta dan Surabaya, mereka datang ke kediaman Sayid Muhammad al-Maliki, sedikit di luar Kota Makkah. "Kami Shalat Maghrib hingga Isya diselingi ratiban dan pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang sebetulnya tabu."
Dan yang menarik, kata ia, acara ratiban dan maulid ini dihadiri sejumlah ulama dari Afrika dan negara Asia lainnya. "Setelah itu, kami bersama dengan ratusan jamaah dari mancanegara makan nasi kebuli yang dihidangkan pada nampan, seperti di Majelis Taklim Kwitang atau majelis taklim lainya."
Di sini, ia mendapati sekitar 200 pelajar dari Indonesia. Termasuk para mukimin yang telah tinggal selama puluhan tahun di Arab Saudi, menjadi warga negara kerajaan. "Rupanya, Kerajaan Arab Saudi tidak menghalangi kegiatan keagamaan di Majelis Al-Maliki yang telah berlangsung sejak leluhur meski bertentangan dengan paham kerajaan."
Pun halnya seperti dilansir laman Arab News, di Wilayah Hijaz, daerah Barat Arab Saudi, banyak orang yang menganggap bahwa Rabiul Awal sebagai bulan perayaan. Sehingga mereka mengambil bagian dalam aktivitas atau kegiatan amal saling berbagi selama bulan itu. Mereka mendistribusikan makanan untuk orang miskin dan mendonasikan uang ke organisasi lokal. Namun atensi utama tertuju pada malam ke-12 saat perayaan Maulid.
Arab Saudi sendiri kini dianggap mulai terbuka dengan berbagai pandangan dan budaya, termasuk dari Barat. Hal itu seiring reformasi yang dilakukan oleh Pangeran Muhammad Bin Salman.