Selasa 01 Nov 2022 14:34 WIB

Oktober 2022: Inflasi Pangan Melandai, Energi Masih Terus Menanjak

Pada Oktober 2022, inflasi energi tembus 16,88 persen dan berikan andil 1,54 persen

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Operator memanen padi milik petani menggunakan mesin pemotong di area persawahan Bonto Manai, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan pada Oktober 2022 sebesar 5,71 persen year on year (yoy) atau turun dari September yang sempat mencetak rekor 5,95 persen yoy. Inflasi pangan Indonesia tercatat melandai, namun sebaliknya sektor energi masih terus menunjukkan tren peningkatan.
Foto: ANTARA/Arnas Padda
Operator memanen padi milik petani menggunakan mesin pemotong di area persawahan Bonto Manai, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan pada Oktober 2022 sebesar 5,71 persen year on year (yoy) atau turun dari September yang sempat mencetak rekor 5,95 persen yoy. Inflasi pangan Indonesia tercatat melandai, namun sebaliknya sektor energi masih terus menunjukkan tren peningkatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan pada Oktober 2022 sebesar 5,71 persen year on year (yoy) atau turun dari September yang sempat mencetak rekor 5,95 persen yoy. Inflasi pangan Indonesia tercatat melandai, namun sebaliknya sektor energi masih terus menunjukkan tren peningkatan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, menjelaskan, inflasi pangan tahunan pada bulan Oktober tercatat sebesar 7,04 persen atau menurun dari September yang menyentuh 8,69 persen. Di sisi lain, inflasi pangan pun hanya memberikan andil terhadap inflasi umum sebesar 1,27 persen.  

Sebaliknya, inflasi energi masih terus mencatat tren peningkatan. Pada Oktober 2022, inflasi energi tembus 16,88 persen atau naik dari bulan sebelumnya 16,48 persen dan memberikan andil 1,54 persen.

"Setelah mengalami lonjakan tajam bulan lalu, tekanan inflasi komponen energi di bulan Oktober masih terus berlanjut," ujar Setianto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/11/2022).

Ia menuturkan, tingginya inflasi energi tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menaikkan energi terutama BBM sejak 3 September 2022. Saat itu, harga Pertalite naik sebesar 30,72 persen, Solar naik 32,04 persen dan Pertamax meningkat 16 persen. Kemudian, pada 1 Oktober 2022, harga Pertamax diputuskan turun 4,14 persen.

Alhasil, harga bensin secara keseluruhan pada bulan Oktober masih mengalami inflasi, hingga mencapai 32,62 persen atau naik dari September sebesar 31,9 persen.

Selain bensin, harga bahan bakar rumah tangga juga mengalami inflasi 16,9 persen, naik tipis dari sebelumnya 16,51 persen. Setianto mengatakan, inflasi ini terutama bersumber dari harga gas elpiji non subsidi yang dinaikkan.

"Inflasi harga pangan bergejolak (volatile foods) sudah mulai menurun disebabkan penurunan harga beberapa komoditas, namun inflasi harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices) masih cukup tinggi," ujarnya.

Adapun, Setianto menambahkan, komoditas lainnya yang juga masuk dalam kelompok administered prices dan mengalami inflasi tinggi yakni tarif angkutan udara dan angkutan dalam kota. Dua komoditas itu masing-masing mengalami inflasi 42,99 persen dan 25,75 persen.

Meski demikian, ia menilai inflasi Indonesia dibandingkan negara-negara G20 masih cenderung terkendali. Ia mencontohkan, inflasi di Turki pada bulan lalu mencpai 83,5 persen, inflasi pangan tembus 93 persen dan inflasi enegi 146 persen. Di Inggris, inflasi mencapai 8,8 persen sedangkan inflasi pangan tembus 14,6 persen dan inflasi energi 49,4 persen.

Di wilayah Asia, seperti Korea Selatan mengalami inflasi 5,6 persen dengan inflasi pangan 7,8 persen dan energi 16,5 persen. Sedangkan di Jepang, inflasi hanya 3 persen dengan laju inflasi pangan dan energi masing-masing 4,5 persen dan 16,8 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement