REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Dalam rangka peralihan dari TV Analog menuju Siaran TV berbasis Digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar Workshop Video Era Baru TV Digital, Selamat Tinggal TV Analog, Indonesia Siap ASO “Era Baru Siaran Televisi Digital-Analog Swich Off 2 November 2022 #AyoBeralihKeTVDigitalBandung” pada Ahad, 30 Oktober 2022 di Arcamanik, Bandung.
“Kominfo terus mendorong percepatan agar lembaga penyiaran Indonesia yang telah mendapat kewenangan tata kelola multiplexing atau penyelenggara multiflex, baik itu LPP TVRI maupun 7 LPS multiflexing, memastikan televisi yang belum memenuhi persyaratan DVB-T2 atau TV digital segera disediakan terpasang dan siap untuk ikut bersama-sama menyongsong era baru digitalisasi pertelevisian nasional,” kata Menteri Komunikasi dan Informasi, Jhonny G. Plate dalam rilisnya, Selasa (1/11/2022).
Sejak April 2022, Indonesia memasuki Era Baru Penyiaran TV Digital terestrial free-to-air dengan menghentikan siaran TV Analog (Analog Switch Off (ASO)) ASO dilaksanakan setelah dipastikan infrastruktur dan bantuan Set Top Box (STB) untuk Rumah Tangga Miskin (RTM) telah terdistribusi merata.
Dengan demikian, Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Menengah ke atas terdampak ASO secara bersama-sama tetap bisa menonton siaran Televisi Digital. “Dalam Siaran TV Digital lebih bersih, bening dan juga canggih dibanding TV Analog. Jangan khawatir tidak ada channel TV favorit anda, semua masih ada disini,” ujar Staf Khusus Menteri Kominfo, Rosita Niken Widiastuti.
Menurutnya, perpindahan dari TV Analog menuju TV Digital adalah efisiensi pada frekuensi sehingga masyarakat semakin terbantu akan keunggulan dan manfaat yang siginifikan dari TV analog hijrah ke TV digital.
“Ini merupakan era yang baru. Dulu ada sistem hitam putih. memberikan layanan lebih baik, bagus, beralihlah TV hitam putih menjadi TV berwarna," kata paparnya.
Ia menjelaskan jika frekuensi pada TV Analog sudah banyak yang habis, itulah sebabnya banyak daerah blank spot karena tidak ada yang bisa diperluas lagi sehingga frekuensi perlu untuk ditata ulang untuk memperluas pada penggunaan internet.
"Ini sama, siaran TV analog secara teknologi kurang canggih dibanding dengan TV digital. Lebih penting dari itu untuk efisiensi frekuensi. Karena siaran tv analog, misalnya contohnya TVRI, satu TVRI membutuhkan satu frekuensi. Sementara frekuensi tidak bisa ditambah dan (jika) Indonesia memiliki 700 stasiun TV, berarti membutuhkan 700 frekuensi," tambahnya.
Dengan adanya perpindahan dari TV Analogi ke TV digital, penggunaan frekuensi pun jauh lebih hemat dan efisien. Niken mencontohkan satu frekuensi bisa untuk 6-12 televisi. Menurutnya, sisa frekuensi yang tidak terpakai itu, bisa diperluas dan digunakan untuk banyak hal, dari akses internet, pengembangan ekonomi digital, hingga UMKM bisa masuk ke marketplace.
"Di samping itu untuk kepentingan ekonomi digital, industri 4.0, dan 5G. Sekarang ini mayoritas 4G, 5G tentu layanan internet luar biasa sangat cepat," paparnya.