Rabu 02 Nov 2022 10:54 WIB

Arsul Sani: Istilah Keadilan Restoratif tak Pas untuk Kasus Tipikor

Arsul Sani menyarankan istilah plea bargain untuk kasus tipikor.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani memandang penggunaan istilah keadilan restoratif atau restorative justice tidak tepat dalam perkara tindak pidana korupsi.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani memandang penggunaan istilah keadilan restoratif atau restorative justice tidak tepat dalam perkara tindak pidana korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani memandang penggunaan istilah keadilan restoratif atau restorative justice tidak tepat dalam perkara tindak pidana korupsi (tipikor). Menurutnya, ada istilah lain yang lebih tepat ketimbang keadilan restoratif dalam kasus tipikor.

Pernyataan Arsul sekaligus mengkritisi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru, Johanis Tanak, yang pernah menyampaikan gagasan mengenai kemungkinan penerapan keadilan restoratif dalam kasus tipikor. "Harus beri penjelasan ke masyarakat karena tipikor kok dikeadilanrestoratifkan, kan itu nggak pas, maksudnya baik, tapi ada hal lain yang perlu dipikirkan," kata Arsul dalam konferensi nasional keadilan restoratif pada Rabu (2/11/2022).

Baca Juga

Arsul menyarankan istilah plea bargain untuk kasus tipikor. Istilah itu merujuk pada kesepakatan hasil negosiasi antara jaksa dengan terdakwa sehingga terdakwa yang mengakui kesalahannya akan mendapat hukuman lebih ringan atau didakwa dengan tindak pidana yang lebih ringan.

Hanya saja, Arsul menyinggung agar plea bargain tak diselewengkan demi 'memenangkan' kepentingan tersangka. "Jangan dibilang keadilan restoratif untuk tipikor lebih tepat konsep bargain, tapi jangan jadi direct bargain antara oknum penegak hukum dengan calon tersangka tipikor," ujar Arsul.

Ia juga menyampaikan perdebatan soal keadilan restoratif bagi kasus tipikor menandakan urgensi perbaikan politik hukum pidana Indonesia. Tujuannya agar instrumen hukum dapat dipergunakan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat.

"Itu hal-hal yang perlu diperbaiki politik hukum pidana dan isi hukum pidana dan hukum acara pidana kita," ucap Arsul.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan wacana keadilan restoratif bagi pemberantasan tindak pidana korupsi, yang sempat disampaikannya saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI, hanya merupakan opini. Dia menekankan pandangan itu bisa saja dilontarkan, tapi realisasinya tetap akan mengacu atau menyesuaikan pada aturan yang berlaku.

"Itu kan cuma opini, bukan aturan," kata Johanis kepada wartawan usai pelantikan dirinya sebagai Wakil Ketua KPK oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement